SOLOPOS.COM - CAGAR BUDAYA - Kepala Dinas Tata Ruang Kota Pemkot Solo Ir Ahyani memaparkan potensi cagar budaya yang ada di kota Solo saat Workshop pengelolaan cagar budaya di Bale Tawangarum, Balaikota Solo, Rabu (19/10/2011). (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

Solo (Solopos.com) – Tim ahli cagar budaya yang diketuai Kusumastuti menyarankan agar Pemkot membentuk sebuah lembaga khusus semacam yayasan untuk menjalankan fungsi pengawasan, penanganan dan perlindungan benda-benda, bangunan, dan kawasan cagar budaya di Solo.

CAGAR BUDAYA - Kepala Dinas Tata Ruang Kota Pemkot Solo Ir Ahyani memaparkan potensi cagar budaya yang ada di kota Solo saat Workshop pengelolaan cagar budaya di Bale Tawangarum, Balaikota Solo, Rabu (19/10/2011). (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Kusumastuti mengungkapkan banyaknya cagar budaya di Solo memerlukan penanganan secara lebih serius, agar tidak hanya menjadi pajangan tetapi bisa memberikan manfaat bagi masyarakat Solo. Tugas penanganan itu dinilainya tidak cukup jika hanya diletakkan pada pundak salah satu instansi pemerintah, yang biasanya memiliki banyak keterbatasan, baik dalam hal ruang gerak maupun pendanaan.

“Saya pikir pembentukan lembaga khusus, misalnya yayasan untuk mengelola cagar budaya di Solo bisa menjadi solusi yang terbaik. Selama ini dengan ditangani oleh instansi pemerintah, terdapat banyak kelemahan, di antaranya tidak fleksibel, berbelit-belit, anggaran terbatas dan sebagainya. Dengan yayasan akan lebih dinamis dan memiliki fondasi finansial yang lebih mapan,” jelas Kusumastuti, saat dijumpai wartawan seusai workshop BCB hari pertama yang digelar Balai Tawangarum Kompleks Balaikota Solo, Rabu (19/10/2011).

Namun Kusumastuti mengatakan untuk menuju ke sana terlebih dahulu diperlukan landasan hukum yang melegalformalkan cagar budaya yang ada dan kesamaan persepsi sangat diperlukan untuk menyusun landasan hukum tersebut. Kesamaan persepsi itu termasuk di kalangan pemilik cagar budaya. Sebab, landasan hukum itu akan membawa konsekuensi, salah satunya bisa berupa pembatasan hak pemilik dalam memperlakukan aset cagar budayanya. Ini diakui Kusumastuti memang bukan hal yang mudah.

“Dalam workshop ini kami mengharapkan bisa tercapai persamaan persepsi itu sehingga pada akhir workshop bisa diperoleh rekomendasi yang tepat dan bisa diterima semua pihak,” ungkapnya.

Kusumastuti mencontohkan jika cagar budaya milik perorangan hendak dimasukkan dalam Perda, tentunya ada konsekuensi yang harus ditanggung pemilik. Dalam hal ini tentu harus ada persepsi yang sama antara pemilik cagar budaya dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat terhadap cagar budaya tersebut.

Workshop hari pertama ini baru sebatas membuka pemahaman tentang norma, dan regulasi, belum menyentuh hal-hal mengenai benda, bangunan, maupun kawasan yang diusulkan untuk menjadi cagar budaya. Ada 210 benda, bangunan dan kawasan yang diusulkan oleh masyarakat untuk menjadi cagar budaya, di luar yang sudah masuk dalam Keputusan Walikota No 646/116/1/1997 tentang penetapan bangunan-bangunan dan kawasan kuno bersejarah yang mencakup 73 benda, bangunan dan kawasan cagar budaya.

Hadir sebagai pembicara dalam kegiatan hari pertama ini, Pompi Wahyudi dari Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Solo, Drs Gutomo dari BP3 Jateng dan Sri Pamiarsi dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.shs

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya