Soloraya
Senin, 7 Maret 2022 - 08:12 WIB

Tarif Rp2.000, 100 Galon per Hari Diisi Air dari Sumur Bor di Klaten

Taufiq Sidik Prakoso  /  Haryono Wahyudiyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga mengisi botol menggunakan air yang keluar dari sumur bor di tengah sawah Desa Ceporan, Kecamatan Gantiwarno, Klaten, Kamis (3/3/2022). (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN– Masyarakat Klaten berbondong-bondong mengambil air di bekas sumur bor di Desa Ceporan, Kecamatan Gantiwarno, Klaten. Mereka banyak memanfaatkannya untuk air minum karena menurut penelitian, kualitas airnya bagus dan bisa langsung diminum.

Salah satu warga setempat, Supardi, 61, menjelaskan air dari bekas sumur bor itu mulai dia kelola sejak Juli 2021 setelah mendapatkan izin dari pemilik sawah. Dia membuat sambungan paralon untuk memudahkan air dimasukkan ke galon.

Advertisement

“Pengisian air per galon senilai Rp2.000. Dalam sehari, minimal ada 100 galon yang diisi air dari tempat tersebut,” kata Supardi kepada Solopos.com, Minggu (6/3/2022).

Baca Juga: Terus Mengalir, Air Sumur Bor Era Soeharto di Klaten Didatangi Warga

Salah satu warga Dukuh Birin, Desa Mlese, Kecamatan Gantiwarno, Tri Haryani, mengaku kerap mengisi air dari bekas sumur bor tersebut.

Advertisement

“Biasanya satu galon itu untuk sepekan. Airnya bisa langsung diminum. Rasanya air dari merek air minimum kemasan lainnya. Justru lebih enak yang ini,” kata dia, Minggu.

Kepala Desa Ceporan, Sutopo, mengatakan awalnya pembangunan sumur artesis itu ditujukan untuk memudahkan irigasi pertanian. Lantaran saat itu tak ada petani yang mengetahui cara pengoperasiannya, mesin tersebut mangkrak hingga satu per satu bagian hilang. Tersisa sumur artesis yang terus mengeluarkan air jernih.

Baca Juga: Sering Krisis, Warga Karangdowo Akhirnya bakal Terlayani Jaringan Air Bersih PDAM Klaten

Advertisement

Awalnya warga tak mengetahui jika kualitas air dari sumur tersebut tinggi. Warga sekadar mengambil air dari sumur itu untuk konsumsi dan limpahannya digunakan untuk irigasi. “Kemudian ada pengujian dan benar pH air itu 7,4 sampai 7,8. Dari itu kemudian banyak yang datang,” ungkap dia.

Sutopo mengatakan desa tak bisa mengelola sumur tersebut lantaran berada di sawah hak milik warga. Dia menjelaskan air dari sumur itu menjadi andalan warga dari beberapa daerah saat kemarau.

“Se-Kecamatan Gantiwarno ambilnya dari sumur itu. Saat kemarau tiba, dari Sleman dan Gunungkidul juga ambil dari sumur itu. Tetapi pengambilan airnya tidak menggunakan truk tangki. Hanya menggunakan galon,” jelas dia.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif