SOLOPOS.COM - Mulyono, 61, warga Dusun Tukluk, Desa Kerjo Lor, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri, sedang mengupas biji jambu mete yang telah diceklok dan ditaburi serbuk kapur gamping, Rabu (24/8/2022). (Solopos.com/Luthfi Shobri M)

Solopos.com, WONOGIRI—Biji mete yang pecah saat proses pengupasan dinilai merugikan pengusaha mete. Guna mengatasinya, penggunaan lem terigu seringkali dipakai para pengupas untuk menyambung biji mete yang pecah.

Hal ini turut dilakukan pengupas biji mete asal Dusun Tukluk, Desa Kerjo Lor, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri, Darmi, 53.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Menurut dia, peristiwa biji mete pecah seringkali ditemui saat biji jambu mete diceklok. Jika tenaga yang digunakan menceklok terlampau kuat, biji mete berpotensi pecah.

Saat awal bekerja sebagai pengupas mete, Darmi sering mendapati hasil biji mete yang ia kupas pecah.

Ia mencontohkan dari tiga mete yang dikupas, dua di antaranya berpotensi pecah jika belum terbiasa mengupas mete. Alhasil, nilai jual metenya berkurang lantaraan lebih banyak mete yang pecah.

“Saya yang bertahun-tahun jadi pengupas mete saja masih berpotensi pecah, apalagi pemula. Tapi perbandingannya berbeda, misalnya, yang sudah berpengalaman itu potensi mete yang pecah saat dikupas satu banding 10. Tapi kalau masih awal-awal, belum pernah mengupas mete, bisa dua banding tiga,” tutur Darmi kepada Solopos.com, belum lama ini.

Untuk mengatasi biji mete pecah, Darmi menggunakan lem berbahan terigu. Langkah pertama untuk membuat lem itu, kata dia, tepung terigu yang telah disiapkan, dicampur dengan air. Setelah teksturnya lengket, campuran terigu dan air dituang ke dalam wadah.

“Pas ada mete yang pecah saat dikupas, lem terigu dioleskan ke bagian mete yang sigar. Sesudah itu disangrai, ditunggu sampai merekat,” ujarnya.

Proses sangrai dilakukan menggunakan arang yang dibakar dan dimasukkan tungku. Sembari menunggu mete yang pecah merekat, ia melanjutkan mengupas mete lainnya. Ia juga mengklaim, hasil mete pecah yang direkatkan menggunakan lem terigu dipastikan tak banyak memengaruhi harga jual.

Hal ini senada dengan yang penyampaian Kamti, pengusaha mete asal Kecamatan Jatisrono.

Menurut dia, mete yang pecah dan direkatkan menggunakan lem terigu tak memengaruhi cita rasa mete saat disajikan. Di sisi lain, harga jual mete hasil sambungan menggunakan lem terigu tak berbeda dari mete utuh.

“Soalnya setelah dilihat-lihat sekilas bentuknya enggak berbeda, antara mete utuh dan mete pecah tapi sudah ditambal dengan lem terigu,” papar Kamti.

Dilansir dari Skripsi berjudul Analisis Usaha Industri Mete Skala Rumah Tangga di Kabupaten Wonogiri yang ditulis Nury Pujiati Asturi pada 2011, perekat mete dari terigu disebut sebagai bahan penolong dalam usaha industri mete skala rumah tangga. Disebut penolong, karena kebutuhannya tak banyak.

Dalam kajiannya, Nury mengatakan, rata-rata kebutuhan tepung terigu per bulan sebanyak 2,23 kg. Sementara kebutuhan mete gelondongan per bulan sebanyak 2.447,7 kg, arang 44,38 kg, dan plastik pengemas 24,10 kg.

“Bahan penolong berupa tepung terigu digunakan untuk menambal mete yang pecah atau gumpil, sehingga penggunaannya sangat sedikit,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya