SOLOPOS.COM - Rumah Khoiri, 64, berdiri di antara bong atau makam China di Dukuh Celep, Desa Gringging, Kecamatan Sambungmacan, Sragen, Sabtu (21/1/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Karena tak memiliki rumah dan keterbatasan ekonomi, tiga keluarga di Dukuh Celep, Desa Gringging, Kecamatan Sambungmacan, Sragen, memutuskan tinggal magersari di antara bong alias makam orang Tionghoa. Mereka mendirikan rumah seadanya di antara makam-makam dengan kijing besar-besar

Salah satu keluarga yang tinggal di antara bong itu bernama, Khoiri, 64. Pria asli Jaten, Palur, Karanganyar itu tinggal di tempat tersebut sejak 2004. Di belakang rumah Khoiri terdapat 10 kuburan Tionghoa, salah satunya tepat di depan pintu dapurnya.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Kuburan itu masih diziarahi keluarganya. Setiap tahun sekali ada keluarganya yang ziarah,” ujar Khoiri, Sabtu (21/1/2023).

Ia tidak takut tinggal di antara bong dan tidak pernah mengalami atau melihat hal-hal gaib. Padahal rumah Khoiri merupakan rumah paling selatan di dukuh itu yang dekat dengan cungkup makam Jawa.

Di dekat cungkup itu ada cerita sering muncul perempuan yang minta bonceng setiap laki-laki yang lewat mengendarai motor.

“Waktu pertama tinggal, saya sempat melihat penampakan macan dan saya tidak bisa bicara. Habis itu saya pindah tempat tidur sudah tidak ditemui penampakan sampai sekarang,” ujar Khoiri yang tinggal bersama istrinya.

Istri Ketua RT setempat, Harti, mengatakan ada tiga rumah yang magersari di lahan bong itu. Kompleks pekuburan China itu masih aktif. Banyak pula kerabat orang dimakamkan di sana datang berziarah. “Keturunan Tionghoa yang dimakamkan di sana berasal dari Gondang, Sambungmacan, dan Sragen,” jelasnya.

Kompleks pekuburan China itu satu-satunya di selatan Bengawan Solo karena lainnya dipusatkan di Gunung Banyak, Kecamatan Gesi, Sragen. Dulu, permakaman Tionghoa terbesar di Sragen berada di Kampung Gudang Kapuk, Kelurahan Sragen Wetan, Kecamatan Sragen.

Pada tahun 1980-an, permakaman itu dipindahkan ke Gunung Banyak karena di lokasi itu dibangun GOR Diponegoro Sragen. “Pembangunan GOR dimulai 1984 dan diresmikan 1987 oleh Menteri Olahraga saat itu. Dulu kompleks permakaman Tionghoa itu lebih luas daripada GOR sekarang, sampai Jl. Ranggawarsito ke selatan tembus Jl. Sultan Agung,” ujar salah seorang warga yang asli kelahiran Gudang Kapuk, Lilik Mardiyanto, Sabtu.

Kompleks bong di Celep merupakan bong tua. Ada salah satu makam dengan nisan bertuliskan angka tahun 1942. Ada juga yang berangka tahun 1951.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya