Soloraya
Selasa, 25 Juli 2023 - 13:45 WIB

Ternyata Ada Kesepakatan Paguyuban Soal Harga Menu di Kafe-kafe Tawangmangu

Magdalena Naviriana Putri  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah satu kafe dan resto di kawasan wisata Tawangmangu, Karanganyar. (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO — Jalan tembus Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah menuju Sarangan, Jawa Timur kini menjamur kafe-kafe estetik. Para pemiliknya seolah berlomba-lomba menghadirkan kafe maupun restoran dengan bangunan mewah berkonsep restoran kekinian demi menarik perhatian dan minat pengunjung.

Advertisement

Melihat bangunan modern tersebut tak jarang banyak wistawan mengira harga makanan di kafe dan restoran tersebut semuanya mahal. Padahal jika dibandingkan dengan harga makanan di sejumlah restoran di Kota Solo dan sekitarnya, dalam pengamatan Solopos.com, harga makanan di Tawangmangu lebih relatif merakyat.

Pemilik Kafe dan Restoran Pentuk View Tawangmangu, Hamid Susanto, 31, menceritakan ada kesepakatan paguyuban kuliner soal harga menu. Sehingga dalam penentuan harga, restoran dan kafe akan mengikuti kesepakatan tersebut, termasuk di kafenya.

Advertisement

Pemilik Kafe dan Restoran Pentuk View Tawangmangu, Hamid Susanto, 31, menceritakan ada kesepakatan paguyuban kuliner soal harga menu. Sehingga dalam penentuan harga, restoran dan kafe akan mengikuti kesepakatan tersebut, termasuk di kafenya.

Hamid menuturkan paguyuban tersebut rutin mengadakan pertemuan tiap bulan untuk menyatukan visi misi. “Paguyuban sudah ada 2 tahun lebih. [Adanya paguyuban] bisa menjadi wadah kolaborasi dan sinergi [antarpemilik usaha kuliner]. Tidak ada kesan saling berebut rezeki. Dengan adanya paguyuban, jadi resto di Tawangmangu punya harga standar. Tidak boleh menjual terlalu anjlok, yang lain enggak bisa jualan nanti,” ungkap Hamid saat berbincang dengan Solopos.com di resto miliknya di Dawuhan, Blumbang, Tawangmangu, Karanganyar, Minggu (16/7/2023).

Pria yang juga memiliki peternakan kelinci ini mengatakan harga makanan di kafenya itu terbilang standar jika dibandingkan dengan kafe di Kota Solo. Harga makanan dan minuman yang ia tawarkan berkisar Rp5.000-Rp40.000/porsi. Dengan harga rata-rata makanan berat berkisar di bawah Rp30.000-an/porsi kecuali menu iga yang mencapai Rp40.000/porsi.

Advertisement

Kopi yang ditawarkan juga hanya berkisar Rp20.000/porsi, sementara menu kopi di kafe-kafe lainnya di Kota Solo dan sekitarnya berkisar Rp22.000-Rp30.000 untuk kelas resto yang sama.

Lebih jauh, pria berkacamata itu mengatakan segmen awal yang ia sasar sebenarnya kaum milenial. Namun dalam perjalanannya pengunjung yang datang di kafenya justru berasal dari kalangan keluarga. Selama 1,5 tahun menjajaki dunia kuliner, menurut pengamat Hamid, minat kaum milenial justru malah kurang.

“Rata-rata justru rombongan keluarga satu mobil, motor malah jarang di hari biasa. Malam Mingguitu baru banyak juga anak muda, keluarga dengan anak satu atau dua,” ujarnya.

Advertisement

Banyak bermunculannya kafe dan resto baru secara otomati meningkatkan persaingan bisnis kuliner di Tawangmangu. Tak hanya dalam hitungan tahun, namun dalam hitungan bulan ada saja kafe baru yang bermunculan. Hamid mengaku mencoba bertahan lewat marketing media sosial yang menurutnya saat ini menjadi jurus pamungkas.

Media sosial, kata dia, rata-rata membawa pengunjung hampir 80%, sementara 20% di antaranya merupakan pengunjung yang tertarik dari marketing offline atau sekadar datang dari pengendara yang lewat.

“Momen paling meledak saat Lebaran, sayangnya harga tidak bisa dibuat seperti di Kota Solo. Maka terkadang terlihat ramai, tapi hasilnya tidak seberapa. Sedangkan ongkos produksi tidak bisa dibuat murah tapi harga pasar yang memaksa itu. Tapi bagusnya masih ada standarisasi,” ujar Hamid.

Advertisement

Kunjungan Pascapandemi Justru Turun

Pria yang membuka bisnis kuliner pada 25 Desember 2021 itu mengaku pandemi Covid-19 justru tak menghambat bisnis di Tawangmangu. Sebab pengunjung di kota Solo dan sekitarnya rerata memilih berkunjung ke Tawangmangu karena di kota/kabupaten tersebut melakukan pembatasan, sementara Tawangmangu saat itu masih bisa bernapas lega.

Tingkat kunjungan, menurutnya,  justru menurun sekitar 40% pascapandemi. Sebab di masa itu anak-anak kembali ke sekolah sementara di Tawangmangu justru bermunculan kafe-kafe baru.

Dalam sehari bisnis kuliner yang dijalankan Hamid mampu meraup omzet sekitar Rp2 juta ke bawah di hari biasa. Sementara di musim libur maupun akhir pekan omzet harian bisa mencapai Rp5-Rp12 juta tergantung kondisi.

“Kalau operasional kami masih aman, dari bahan baku di sini banyak seperti sayuran kan ada, termasuk menu kelinci juga produksi sendiri. Kami juga bekerja sama dengan tetangga sekitar untuk sayuran dan lainnya,” jelas Hamid.

Hanya ia mengaku kesulitan untuk mencari bahan kopi dan minuman lainnya tetapi kini sudah teratasi dengan hadirnya sales yang datang. Sales-sales tersebut juga meminta daftar apa saja yang nantinya akan diantarkan harga barang menurutnya juga masih kompetitif.

Sementara itu pengunjung setempat, Maharani, 38 yang datang bersama anak dan suaminya mengatakan kafe dan resto di Tawangmangu memang telah mempersiapkan bisnisnya dengan matang. Tak hanya sekedar mengikuti tren.

“Harga makanan di kafe Tawangmangu cukup worth it [sepadan dengan yang disajikan] ya karena disajikan dengan tempat yang bersih dan fasilitas yang baik. Mereka juga bukan sekadar menjual lokasi dan pernak-pernik tetapi mereka memang tenanan [sungguh-sungguh] di bisnis kuliner ini. Artinya masakannya enak dan harga kompetitif,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif