SOLOPOS.COM - Logo 277 Ultah Pemkot Solo. (Istimewa/Eighar)

Solopos.com, SOLO — Penetapan 17 Februari sebagai Hari Ulang Tahun atau HUT Kota Solo belakangan ini menjadi perdebatan di kalangan sejarawan dan pemerhati sejarah Kota Bengawan. Mereka menilai itu bukan lah tanggal yang tepat untuk hari jadi Kota Solo.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Ada yang menyebut Hari Jadi Kota Solo seharusnya 20 Februari 1745. Hal itu merujuk pada konversi almanak Jawa yang dianut Keraton Kasunanan Surakarta ke tahun Masehi.

Sedangkan mereka yang mendasarkan pada literatur Belanda menyebut hari jadi kota Solo setelah 1745. Hal itu berdasarkan catatan perjalanan Gubernur Jenderal VOC Gustaaf Willem baron Van Imhoff pada 31 Desember 1745. Catatan itu menyebut kondisi Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat saat itu belum jadi.

Baca Juga: Muncul 3 Versi Hari Jadi Kota Solo, Sejarawan Dorong Penelitian Sejarah

Lalu bagaimana ceritanya sampai 17 Februari 1745 menjadi hari jadi Kota Solo? Berdasarkan informasi yang diperoleh Solopos.com, penetapan 17 Februari sebagai HUT Kota Solo dilakukan pada tahun 1997 saat era Wali Kota Imam Soetopo.

Diungkapkan Pengageng Parentah Keraton Solo, KGPH Dipokusumo, saat itu Pemkot bersama DPRD Solo melakukan kajian akademis merujuk berbagai sumber literasi untuk menetapkan hari jadi Kota Solo.

SK Hari Jadi Solo

Saat itu, Gusti Dipo, panggilan akrabnya, menjadi bagian dari Panitia Khusus (Pansus) DPRD Solo yang membahas hari jadi Kota Solo. “Saat itu saya bagian Pansus DPRD. Saya yang membacakan SK hari jadi Solo,” ujarnya saat wawancara dengan Solopos.com, Kamis (10/2/2022).

Baca Juga: Jadi Perdebatan, Sejarawan Dorong Penelitian Ulang Hari Jadi Kota Solo

Dipo menjelaskan saat itu banyak akademisi dan sejarawan yang terlibat dalam pembahasan HUT Kota Solo. Namun yang menjadi leading sector atau pemimpin pembahasan tersebut yakni Pemkot Solo. “Wali Kota-nya Pak Imam Sutopo,” urainya.

Dipo mengakui saat itu juga muncul beberapa versi ihwal hari lahir Solo selama proses pembahasan. Sebab sistem penanggalan yang digunakan sebagai rujukan berbeda. Di satu sisi ada versi penanggalan Jawa, ada juga versi Masehi.

“Karena sistem penanggalannya waktu itu berbeda. Ini mengambil versi Masehi, yang satu mengambil versi dengan tradisi kalender Jawa. Di sistem kalender Jawa kita ketahui ada perhitungan selisih dengan kalender Masehi,” katanya.

Baca Juga: Sejarah Solo: Saat Keraton Pindah 1745, Amerika Masih Koloni Inggris

Persoalan lain muncul ketika menentukan patokan yang dijadikan sebagai tanda lahirnya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang kemudian menjadi HUT Kota Solo. Apakah berdasarkan peletakan batu pertama pembangunan keraton atau ketika diumumkan lahirnya Keraton Surakarta.

Ruang Pengkajian Kembali

Dengan berbagai dinamika yang muncul akhirnya disepakati untuk tidak larut dalam polemik antara telur dengan ayam. “Akhirnya disimpulkan apabila ada hal-hal yang secara akademis teruji, keputusan bisa ditinjau kembali,” jelasnya.

Artinya, Dipo menjelaskan selalu ada ruang untuk mengkaji kembali perihal validitas hari jadi Kota Solo setelah penetapan kala itu. Tapi ia meminta bila akan dilakukan kajian ulang hari jadi Solo jangan ada yang merasa paling benar sendiri.

Baca Juga: Sejarah Solo: Sikap Plin-Plan PB II dan Pemberontakan di Keraton Baru

“Oh sangat bagus [dikaji ulang]. Asal jangan pating clebung loh ya. Jangan merasa paling benar sendiri. Kata kuncinya, kalau itu kembali kepada perhitungan yang kaitannya dengan kalender Jawa Sultan Agung lebih gampang,” paparnya.

Dipo mengingatkan kalau dilakukan kajian ulang hari jadi Solo tidak merujuk kepada buku-buku buatan Belanda. Sebab menurutnya ada agenda tersendiri dari buku-buku itu. “Itu berarti kepentingan. Harus hati-hati,” tegasnya.

Sebelumnya, sejarawan Solo yang juga Dosen Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Heri Priyatmoko, juga menilai perlunya pihak-pihak terkait duduk bersama dan berdialog merujuk literasi atau catatan sejarah terkait Hari Jadi Kota Solo yang sebenarnya.

Sebab narasi tentang hari jadi sebuah kota menjadi rujukan kebenaran bagi banyak orang. Kalau perlu digelar dialog publik tentang hal itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya