SOLOPOS.COM - Kapolres Sukoharjo, AKBP Wahyu Nugroho Setyawan menunjukkan barang bukti kasus penganiayaan bocah Kartasura saat gelar perkara dan barang bukti di Mapolres Sukoharjo, Rabu (13/4/2022). (Solopos-R Bony Eko Wicaksono)

Solopos.com, SUKOHARJO – Motif penganiayaan bocah perempuan UF, 7, warga Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, akhirnya terungkap. Kedua tersangka, G, 24 dan F, 18, mengaku geram adiknya mencuri uang, lantaran tak diberi nafkah sang ayah. Hal itu disampaikan ibu angkat sekaligus ibu pelaku, K, saat dihubungi melalui pesan Whatsapp, Sabtu malam (16/4/2022).

K mengaku anak-anaknya menjadi korban perceraian orang tua. Dia membeberkan pada saat itu, K dan suaminya sedang dalam masalah rumah tangga, karena sang suami berselingkuh. Hal itu berbuntut pada tidak dinafkahinya sang anak.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

“Pada waktu itu rumah tangga aku lagi goncang karena suami selingkuh, dan imbasnya ke anak-anak. Sampai mereka tidak diberikan nafkah yang selayaknya,” jelasnya saat mengirim pesan whatsapp kepada Solopos.com di kereta menuju Jakarta.

Baca juga: Ortu Lengkap, Ibu Bocah Korban Penganiayaan di Kartasura Buka Suara

Dendam

Menurutnya, hal itu yang menjadi dasar anak-anaknya melampiaskan dendam pada adik angkatnya alias UF. Tak hanya itu, G, 24, juga tidak bisa menyelesaikan kuliahnya, lantaran uang semesternya tidak dibayar, hingga dia akhirnya memilih menikah dengan D. Hal itu dialami G ketika K masih belum bercerai dengan suaminya yang bekerja sebagai petugas sipir rumah tahanan (Rutan).

“Itupun anak-anak aku kadang tidak makan, berangkat kuliah [atau sekolah] tidak makan, pulang kuliah atau sekolah pun tidak makan karena tidak ada uang untuk beli beras, beli gas dll. Karena posisi saya pada waktu itu, aku ikut suami mutasi. Juga aku tidak tahu [berapa penghasilan suami], karena aku hanya diberi, aku dikasih, ditransferkan padahal kita serumah [pada waktu itu],” jelasnya.

G dan istrinya juga sempat diusir oleh sang ayah lantaran meminta uang untuk adik-adiknya. Perdebatan terjadi karena hal itu, Istri G, D mengatakan kepada ayah mertuanya untuk memperhatikan adik-adik G lantaran masih menjadi tanggung jawabnya. Tetapi hal itu berujung pada pengusiran kepada mereka berdua, yang diceritakan kepada K.

“Aku di telepon sama mantu bilang gini, aku (D) disuruh keluar dari rumah Umi (panggilan K). Tapi aku bilang jangan keluar nak, karena itu haknya kamu sama adek-adeknya kamu,” jelasnya kepada mantunya.

Baca juga: Fakta Baru! Bocah Korban Penganiayaan di Kartasura bukan Yatim Piyatu

K dan suaminya telah bercerai sejak 2020. Setelah bercerai ada hasil kesepakatan kalau ayah G akan menafkahi setiap bulan Rp2,5 juta untuk anak kedua dan ketiga, sedang G sebagai anak pertama, tidak mendapat nafkah karena sudah menikah. Setelah perceraian itu K memutuskan bekerja di Jakarta, untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya.

Tapi selama ini, besaran uang nafkah hasil kesepakatan itu tidak pernah terpenuhi, F dan adiknya hanya menerima Rp300.000 yang diterima sekitar dua bulan lalu. Padahal F dan adiknya membutuhkan perlengkapan sekolah. Bahkan F tak mampu membayar baju PKLnya (Praktik Kerja Lapangan), padahal PKLnya sudah usai.

Baca juga: Pendatang Ungkap Kartasura Minim Tindak Kriminalitas Tapi…

Perlakuan Kasar

Tak hanya berhenti disitu, masa kecil G juga dianggap K memiliki banyak tekanan sejak usianya tiga atau empat tahun. G pernah diperlukan kasar oleh sang ayah, lantaran dianggap tidak bisa diam ketika salat tarawih, hingga akhirnya dia diikat di bawah pohon melinjo, hingga ibadah salat usai.

“Sejak kecil memang nakal, tapi itu kan biasa, pada saat itu umurnya 3 atau 4 tahun lagi nakal-nakalnya memang, namanya anak-anak. Pada saat itu G ribut lari-lari, nah bapaknya tidak tahan, karena mengganggu orang salat. Akhirnya G diikat di bawah pohon melinjo itu malam-malam. Setelah selesai salat taraweh barulah dilepas dan kami pulang ke rumah,” jelasnya.

Dari sanalah perlakuan keras sang ayah di mulai, bahkan G menurutnya masih trauma karena menjadi rundungan para tetangga yang mengingatkan memori kelam masa kecilnya itu. Bahkan hingga anak-anaknya masuk sekolah, K mengaku mereka masih sering dimarahi.

Baca juga: Lalu Lintas Padat Sehari-Hari, Ini Lokasi Rawan Kecelakaan di Kartasura

Tak jauh berbeda dengan G, F memiliki rasa dendam itu sejak dikeluarkan dari pondok pesantren 2020 lalu. F juga memupuk dendam lantaran keadaan yang menekanya, sekaligus perlakuan kasar sang ayah yang selalu dia terima.

“Dikeluarin dari pondok itu karena bawa HP. Ia langsung telepon saya sambil menangis, waktu itu posisi saya di Sulawesi,” ucap dia.

K mengaku, anak keduanya, F, sebenarnya pendiam tetapi jiwanya memendam rasa berontak. Dengan perlakuan ayahnya, F justru berubah karakternya menjadi keras dan juga temperamen. Pasalnya ketika dia berbalas pesan dengan sang ayah, dia justru mendapat perlakuan kasar. Padahal F, menurut K, tidak melakukan kesalahan.

Sementara itu, K mendapat informasi kepergian putrinya dari mantunya. Menurutnya, D menelpon berulang kali tetapi sempat tak terjawab, hingga saat telpon berhasil diangkat, D menangis tersedu dan bercerita kepadanya perihal kematian adiknya itu.

“Malam itu saya cari tiket untuk pulang dan pakai travel. Berangkat itu jam 01.00 WIB dini hari dan sampai di rumah [Kartasura] 09.30 WIB. Alhamdulillah, sampai sini masih bisa melihat UF, meski sudah di dalam peti, pengin lihat langsung tapi tidak bisa, saya ikhlaskan,” katanya.

Baca juga: Jadi Kawasan Segitiga Emas, Kartasura Menuju Pusat Perdagangan dan Jasa

Tersangka Penganiayaan

Sementara itu, diberitakan sebelumnya, Kapolres Sukoharjo, AKBP Wahyu Nugroho Setyawan, mengatakan awalnya hanya satu pelaku yakni F yang ditangkap sesaat setelah kasus penganiayaan yang mengakibatkan UF meregang nyawa. Kemudian, penyidik melakukan pengembangan penyelidikan kasus tersebut.

“Jadi pelaku penganiayaan anak, UF, berjumlah dua orang masing-masing G dan F. Mereka merupakan kakak beradik dan kakak angkat korban,” kata dia, saat gelar perkara dan barang bukti di Mapolres Sukoharjo, Rabu.



Baca juga: Bocah Kartasura Meninggal Dianiaya, Ini Saran untuk Warga dan Sekolah

Sementara tersangka F juga melakukan penganiayaan berulang kali terhadap UF. Dia juga memukul korban menggunakan potongan bambu dan menjegal UF sehingga terjatuh di dalam rumah pada Selasa siang. Saat kejadian, kepala UF membentur lantai dan dibawa ke RS PKU Muhammadiyah Kartasura.

Kedua pelaku tega memukuli adik angkatnya lantaran diangap nakal dan diduga kerap mencuri uang toko kelontong. “Dalam kasus ini, ada masalah sosial yang memicu persoalan tersebut. Bisa juga faktor ekonomi keluarga karena kedua orangtua merantau ke luar kota. Sang Bapak bertugas sebagai petugas sipir rumah tahanan (Rutan) sementara ibunya juga merantau ke Jakarta,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya