SOLOPOS.COM - Warga menunjukan apam yang didapat saat tradisi Sebar Apam Yaa Qawiyyu di Lapangan Klampeyan, Jatinom, Klaten, Jumat (16/9/2023). (Solopos/Joseph Howi Widodo)

Solopos.com, KLATEN — Tradisi sebaran apam Yaa Qawiyyu di Kecamatan Jatinom, Klaten, sudah berlangsung secara turun temurun selama empat abad. Saban menjelang perayaan tradisi pada Bulan Safar, warga terutama di wilayah Kecamatan Jatinom membikin apam.

Sebagian apam disedekahkan untuk disebarkan pada puncak tradisi tersebut yang berlangsung di Lapangan Klampeyan di sisi selatan Masjid Gedhe Jatinom dan kompleks makam Kyahi Ageng Gribig.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Sebagian lainnya dihidangkan di rumah untuk tamu yang datang menjelang puncak tradisi sebaran apam Yaa Qawiyyu. Dari waktu ke waktu, apam yang dibikin warga terus mengalami perkembangan.

Warga Desa Krajan, Kecamatan Jatinom, Klaten, Tri Widodo, 54, mengatakan apam Yaa Qawiyyu mengalami perkembangan dari masa ke masa. Di masa kecilnya, apam dibuat dari bahan tepung beras, gula merah, serta kelapa parut.

“Bahannya tepung beras, gula merah, dan pengembangnya menggunakan tapai atau pisang. Di atasnya kemudian diberi irisan kelapa,” kata Tri Widodo, saat ditemui di rumahnya, Kamis (31/8/2023) siang.

Hal itu berbeda dengan apam yang dibikin warga saat ini. Apam dibuat menggunakan bahan tepung beras, tepung terigu, serta berbagai bahan lainnya. Namun, apam tetap dibuat tanpa menggunakan bahan pengawet.

“Berlalunya waktu mestinya orang literasinya tambah banyak. Sekarang membuat itu menggunakan berbagai bahan dan sekarang ada aneka rasa,” kata Tri Widodo.

Apam pada masa lalu memiliki tekstur lebih keras dibandingkan apam saat ini. Namun, apam pada masa lalu dan saat ini tetap bisa awet dalam beberapa hari. “Kalau rasa manisnya, manis apam saat ini dan pilihan rasanya banyak,” kata Sekdes Krajan itu.

Makna Sedekah Apam

Hingga kini tradisi membikin dan menyedekahkan apam saat tradisi Yaa Qawiyyu masih dirawat oleh warga Jatinom, Klaten. Saban menjelang puncak tradisi sebaran apam, warga pun masih rutin bersedekah.

Dia mengatakan makna apam dari tahun ke tahun tak pernah berubah. Salah satu yang dia maknai dari tradisi itu yakni bersedekah dengan ikhlas dan saling berbagi.

Dalam sinopsis terkait tradisi Yaa Qawiyyu, Sekretaris Umum dan Narasumber Kesejarahaan P3KAG Jatinom, KRT Mohammad Daryanta Rekso Hastonodipuro, mengungkapkan tradisi sebaran apam Yaa Qawiyyu bermula ketika Kyahi Ageng Gribig yang baru tiba di Jatinom dari berhaji pada Jumat Pahing, 17 Sapar 1541 Saka atau tahun 1619 Masehi.

Seusai Salat Jumat lalu membaca zikir dan tahlil, Kyahi Ageng Gribig membagikan oleh-oleh berupa apam kepada para santrinya. Ternyata hidangannya  kurang.

Nyai Ageng (Raden Ayu Mas Winongan) kemudian segera membuat kue apam yang masih dalam keadaan hangat untuk dihidangkan kepada para tamu undangan tersebut. Peristiwa itu yang kemudian menjadi embrio tradisi sebaran apam Yaa Qawiyyu yang dilestarikan hingga kini di Jatinom, Klaten.

Yaa Qawiyyu penuh dengan simbol yang sarat pesan spiritual dan sosial kemasyarakatan. Ditandai dengan penyebaran kue apam. Kata apam sendiri diambil dari bahasa arabnya Affuw yang bermakna ampunan.

Tujuannya agar masyarakat selalu memohon ampunan kepada Sang Pencipta. Bentuknya yang bulat memiliki makna agar masyarakat saling bersatu dan tidak berpecah belah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya