Soloraya
Rabu, 1 Maret 2023 - 20:21 WIB

Tidak Adil! Batas Atas Harga Gabah Malah Bikin Petani di Klaten Kian Terjepit

Taufiq Sidik Prakoso  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang buruh membawa gabah hasil panen di salah satu lahan pertanian wilayah Desa Kahuman, Kecamatan Polanharjo, Klaten, Selasa (14/2/2023) lalu. (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Ketentuan batas atas harga pembelian gabah maupun beras yang dikeluarkan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dinilai tidak adil dan malah membuat para petani kian terjepit, termasuk di wilayah Klaten.

Batas atas harga pembelian gabah di tingkat petani ditetapkan Rp4.550/kg gabah kering panen (GKP), tingkat penggilingan Rp4.650/kg GKP, kemudian harga kering giling (GKG) di tingkat penggilingan Rp5.700/kg, dan harga beras di gudang Bulog Rp9.000/kg.

Advertisement

Sementara batas bawah harga pembelian GKP di tingkat petani Rp4.200/kg, GKP di tingkat penggilingan Rp4.250/kg, dan GKG ditetapkan Rp5.250/kg. Sedangkan batas bawah harga beras di gudang Bulog Rp8.300/kg.

Salah satu petani asal Desa/Kecamatan Delanggu, Klaten, Eksan Hartanto, 32, mengatakan pada musim tanam lalu, harga gabah sangat tidak terkontrol lantaran ulah para tengkulak bersaing mendapatkan gabah. Di sisi lain, dalam penentuan batas atas dan batas bawah harga gabah itu, pemerintah belum melibatkan petani.

Advertisement

Salah satu petani asal Desa/Kecamatan Delanggu, Klaten, Eksan Hartanto, 32, mengatakan pada musim tanam lalu, harga gabah sangat tidak terkontrol lantaran ulah para tengkulak bersaing mendapatkan gabah. Di sisi lain, dalam penentuan batas atas dan batas bawah harga gabah itu, pemerintah belum melibatkan petani.

“Sepengetahuan saya, penetapan harga atas dan bawah ini belum melibatkan petani. Kenaikan harganya sekitar 5-10 persen dari sebelumnya. Sebenarnya ini blunder,” kata Eksan yang juga pendiri Sanggar Rojolele saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu (1/3/2023).

Eksan menilai penentuan batas atas dan batas bawah harga pembelian gabah itu semakin membuat posisi petani di Klaten terjepit. Kondisi itu semakin dirasakan terutama para petani penggarap.

Advertisement

Saat ini, biaya produksi pertanian terus meningkat dan dipengaruhi banyak faktor. Seperti dampak kenaikan harga BBM bersubsidi beberapa waktu lalu yang memengaruhi biaya produksi petani terutama untuk membajak sawah.

Belum lagi harga sarana produksi pertanian lainnya. “Beberapa tahun lalu biaya untuk membajak sawah itu Rp250.000. Sekarang sudah Rp350.000. Belum lagi biaya sarana produksi lainnya. Termasuk harga pupuk bersubsidi yang terus naik,” kata Eksan.

Biaya Produksi Meningkat

Eksan menjelaskan dalam satu patok sawah seluas 2.000 meter persegi rata-rata angka produksi sekitar 1,4 ton GKP dengan catatan itu dalam kondisi musim yang bagus atau bukan musim hujan.

Advertisement

Ketika dihitung menggunakan harga batas atas yang baru, harga gabah kering panen (GKP) dalam satu patok di Klaten sekitar Rp6,5 juta. Sementara biaya produksi terus meningkat dan kini mencapai Rp2 juta hingga Rp3 juta per patok untuk satu musim tanam.

“Celakanya ketentuan ini diberlakukan tanpa melihat kondisi petani di sawah yang kebanyakan petani penggarap. Menurut saya ini blunder cenderung konyol. Betul tujuannya membatasi liarnya harga gabah. Tetapi harusnya kenaikan 20-30 persen, bukan 5-10 persen,” kata Eksan.

Di sisi lain, Eksan menilai selama ini pengawasan soal kepatuhan terhadap ketentuan batas harga itu sangat lemah. Kenyataannya, para penebas membeli gabah tidak berdasarkan ketetapan soal batas atas dan batas bawah harga.

Advertisement

“Tebasan itu tidak berdasarkan ketentuan batas harga yang ditetapkan pemerintah. Kalau menurut mereka untung ya diambil,” jelas dia. Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Klaten, Atok Susanto, mengatakan penetapan batas atas dan bawah harga gabah ditanggapi beragam oleh petani.

Namun, rata-rata para petani pesimistis menanggapi penetapan tersebut. “Petani menganggap semua biaya dan risiko termasuk serangan hama, kerugian, dan lainnya yang menanggung petani. Tetapi kenapa justru petani tidak diajak bermusyawarah untuk menentukan harga,” jelas dia.

Senada dengan Eksan, Atok mengatakan posisi petani saat ini semakin terjepit. Di saat biaya produksi terus meningkat, harga jual panen mereka terus ditekan.

“Memang pemerintah tidak menginginkan harga naik yang mengakibatkan inflasi. Tetapi kalau petani dikorbankan, kalau nanti langka pangan justru akan bahaya,” ungkap dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif