SOLOPOS.COM - Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati meluncurkan Si Penebar hasil pemikiran Kabid P2P Dinkes Sragen, Sri Subekti (kiri), dalam Pekan Inovasi Kesehatan (Pikes) 2022 di Alun-alun Sasana Langen Putra Sragen, Jumat (28/10/2022) lalu. (Istimewa/Dinkes Sragen)

Solopos.com, SRAGEN — Demam berdarah dengue (DBD) menjadi penyakit endemis di Kabupaten Sragen. Selama ini identifikasi DBD itu dilakukan secara manual sehingga sering kali terjadi overdiagnosis.

Untuk mengantisipasi adanya kasus overdiagnosis kasus DBD itu maka dibuat inovasi bernama Sistem Informasi Penanggulangan Demam Berdarah Dengue atau disingkat Si Penebar.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Kabid Pengendalian dan Pencegahan Dinas Kesehatan (Dinkes) Sragen, Sri Subekti, menyebut sepanjang Januari-Oktober 2022 kasus DBD meningkat signifikan. Dalam periode itu ada 168 kasus atau naik 78,72% bila dibandingkan 2021 yang hanya ada 94 kasus DBD. Sementara di 2020 hanya ada 63 kasus. Meski kasus meningkat, angka kematian akibat DBD sejauh 2022 ini nihil.

Aplikasi SI Penebar ini akan menerima data dari RS yang merawat pasien DBD. Data itu akan diverifikasi Dinkes untuk menentukan pasien itu apakah memang terserang DBD, demang dengue (DB), atau di luar keduanya.

Baca Juga: Tren Kasus Demam Berdarah Dengue di Sragen Tiap Tahun Meningkat

“Setelah diketahui DBD maka puskesmas menindaklanjuti dengan PE [penyelidikam epidemiologi] di lingkungan rumah pasien tersebut. Hasil PE itu menjadi dasar apakah memenuhi kriteria untuk tindak lanjut penyemprotan insektisida atau fogging atau tidak,” kata Sri Subekti, Sabtu (29/10/2022).

Proses untuk mengidentifikasi DBD sebelumnya membutuhkan waktu panjang. Dengan aplikasi Si Penebar dalam sehari kepastian diagnosis DBD atau bukan DBD bisa diketahui dan langsung ditindaklanjuti. Aplikasi ini mengintegrasikan pelayanan di RS, Dinkes, dan puskesmas.

Sri Subekti menerangkan terkadang di lapangan orang mudah menyimpulkan kasus DBD padahal belum jelas diagnosisnya. Setelah diverifikasi Dinkes,  ternyata penyakitnya bukan DBD tetapi warga telanjur bilang DBD. Itu yang disebut overdiagnosis pada DBD.

Baca Juga: Puncak Kasus DBD Sragen pada 2016, Tapi Korban Jiwa Terbanyak pada 2014

Menurut Sri Subekti angka overdiagnosis ini mencapai 82%. Aplikasi Si Penebar akan menekan kasus overdiagnosis tersebut.

“Aplikasi Si Penebar ini secara tidak langsung juga bisa menekan angka DBD. Aplikasi ini selanjutnya bisa dikembangkan dan diintegrasikan dengan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang adai di puskemsas untuk mendeteksi house indeks nyamuk dan tindaklanjutnya berupa penyuluhan. Inovasi ini bisa direplikasi tetapi masih berbasis website,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya