SOLOPOS.COM - Mantan pemain grup lawak Aneka Ria Srimulat, Tohir Jokasno menunjukan foto dirinya di pameran Wayang Golek Srimulat Abadi di Museum Keris Solo, Selasa (8/8/2023). (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Solopos.com, SOLO–Orang tua berkacamata memakai batik dan celana bahan itu buru-buru menghampiri Direktur Museum Gubug Wayang, Zura Nur Ja Ana.  “Mbak itu boneka kok gak ada saya,” kata dia menunjuk wayang golek yang dipajang di Museum Keris Solo, Selasa (8/8/2023).

Tidak sampai situ, Lelaki tua itu tiba-tiba menghampiri pengunjung lalu menunjuk foto drakula yang terpasang di dinding museum. “Ini foto saya ini,” ujar Tohir Jokasmo, mantan pemain Srimulat 1967-2004 asal Surabaya.  

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Foto itu merupakan pentas Srimulat di Semarang yang berjudul Drakula vs Si Pitung tahun 1987. Merasa perlu meyakinkan orang-orang, dia kemudian mengeluarkan telepon pintar dari sakunya dan menunjukan foto-foto dia kala muda.

“Ini foto saya pas jadi drakula, sama Rohana. Nah, ini foto saya waktu muda, genteng to,” ujar dia sambil tertawa.

Di tengah keramaian acara pembukaan Pameran Wayang Golek Srimulat Abadi yang diadakan di Museum Keris Nusantara Solo, Selasa malam, memang tidak ada yang mengenal siapa itu Tohir Jokasmo.

Dari sekian foto, poster, sampai wayang golek para pemain Srimulat milik Museum Gubug Wayang itu, barangkali hanya fotonya yang tidak diingat pengunjung.

Lelaki yang biasa dipanggil Cak Tohir mengakui dirinya tidak diingat banyak orang, sebab memang lebih banyak berada di belakang layar.

“Bahwa saya itu pernah menjadi anggota Srimulat, meskipun tidak dikenal. Karena kan yang dikenal yang selalu di atas panggung, yang di belakang layar tidak dikenal. Saya kan yang menulis naskah juga orang tidak tahu,” kata dia kepada Solopos.com di Mesum Keris Solo, Selasa malam.

Dia masuk Srimulat Surabaya angkatan pertama sekitar tahun 1967-1968. Lantaran Srimulat butuh pelukis, awalnya dia bergabung sebagai pelukis reklame. Dia yang membuat reklame berukuran 3 meter x 3 meter yang dilukis secara manual, belum ada teknologi printing secanggih sekarang kala itu.

Di belakang layar, lelaki yang lahir di Surabaya, 29 September 1956 itu juga berperan sebagai artistik dekorasi panggung. Bahkan kerap kali dirinya menjadi penulis cerita dan sutradara untuk pentas Srimulat.

Lantaran juga memiliki latar belakang sebagai pemain teater, akhirnya dia diangkat menjadi pemain dan memerankan karakter horor setiap kali pentas. Dia tidak sendiri, tandem bermainnya adalah pelawak asal Surabaya, Paimo yang juga acap kali memainkan karakter horor.

“Dulu itu ada namanya Paimo, itu yang memerankan ya laki-laki dan perempuan. Ketika saya masuk dia memerankan laki-laki saya jadi perempuan. Tapi horor lokal saya yang pegang, nama Jokasmo itu horor dari wewe gombel, kuntilanak, sampai drakula,” kata dia.

Kala itu, ketika Srimulat masih sering pentas di Taman Hiburan Rakyat (THR) Surabaya, Cak Tohir menjelaskan pentas bertema horor luar negeri setiap hari Kamis. Sedangkan Sabtu dan Minggu pentas biasa, lalu Senin bertema horor lokal, dan Selasa dan Rabu memainkan atraksi.

“Atraksi itu [ceritanya] diambil dari film yang di-Srimulat-kan, termasuk Julius Caesar sama Romeo Juliet itu di-srimulat-kan,” kata dia. Menurut dia, kekuatan lawakan Srimulat terletak pada improvisasi. Ini dibutuhkan kepekaan humor yang tinggi hingga bisa menghadirkan tawa penonton.

Para pemain hanya diberikan premis dan alur cerita yang dimainkan. Tidak ada detail lawakan yang ditulis di atas kertas. Tohir mengatakan lawakan yang dilempar para pemain Srimulat murni inisiatif sendiri.

“Lo dulu itu orang-orang yang ada di Srimulat memiliki kemampuan masing-masing, jadi mereka semua mampu mengimbangi,” kata dia.

Cak Tohir bergabung dengan Srimulat Surabaya hingga 1976, sebelum akhirnya pindah ke Jakarta untuk menggarap film. Tidak lama di Ibu Kota, pada 1978 dirinya memutuskan untuk pindah di Solo.

Ketika dirinya pindah ke Solo, aktivitasnya tidak bisa lepas dari pentas komedi Srimulat. Dia kembali terlibat sebagai pemain, penulis naskah, hingga sutradara. Tohir tetap setia memerankan karakter horor Drakula.

Satu judul naskah yang dia ingat yakni Drakula Jatuh Cinta. Nakah cerita yang dia tulis itu juga dipentaskan di Balekambang Solo. Dia mengingat kala itu, masyarakat Solo sangat menyukai Srimulat.

“Karena memang grup lawak yang besar kan Srimulat aja, ya meski ada ludruk, wayang, dan ketoprak,” kata dia. 

Seperti di kota-kota lain, Srimulat cabang Solo juga pentas setiap hari dan tidak pernah sepi penonton. Dia mengatakan pentas Srimulat tidak terlalu lama pentas di Balekambang Solo. Hanya bertahan delapan tahun dari 1978-1986. 

“Di Solo memang kita buat sendiri, Taman Hiburan Srimulat namanya,” kata dia.

Tohir mengikuti Srimulat hingga era akhir kejayaannya. Termasuk ketika dirinya di Surabaya, dia terlibat sebagai pemain kala itu. Pada 2004, menjadi akhir dari perjalanan panjang grup lawak itu sebelum akhirnya membubarkan diri.

“Pada 2004 saya tahu bubarnya, bubar dengan sendirinya,” kata dia.



Srimulat termakan zaman. Redupnya Srimulat berkorelasi dengan turunnya minat masyarakat terhadap kesenian tradisi. Tidak hanya Srimulat, menurutnya pentas wayang orang, ketoprak, dan ludruk pada era awal 2000-an sudah mulai sepi.

Cak Tohir melihat tren komedi sudah bergeser dengan format yang lebih modern, yakni Stand Up Comedy. Komedi tunggal asal Amerika itu memang kini menjadi tren dengan kehadiran komunitas komedi terbesar yakni Stand Up Indo.

“Srimulat sudah terlupakan. Srimulat sudah berganti dengan Stand Up Comedy,” kata dia.

Dia tidak sama sekali protes dengan perubahan format itu. Menurut dia Stand Up meski dimainkan tunggal tetaplah komedi. Cak Tohir membantah hanya grup lawak yang boleh disebut komedi. 

“Lha dulu Srimulat kalau ngelawak ya pernah sendiri, itu kan ya Stand Up Comedy. Cuma kan waktu itu belum ada istilah Stand Up. Tapi saya senang itu kan perkembangan zaman” kata dia.

Kini Cak Tohir boleh dibilang sudah meninggalkan Srimulat secara penuh. Dia tidak lagi bergabung dengan grup lawak manapun. Sejak 2012 lalu, dirinya memutuskan menetap sementara di Jogja. Dia indekos di dekat kampus Institut Senin Indonesia (ISI) Yogyakarta.

Di kota Jogja itu, dia kembali ke asal, yakni seni teater. Dia memilih berkesenian dengan konsep monolog teater. Dia menulis naskahnya sendiri dan memainkannya di atas pentas sendiri. Meski begitu, dia tidak bisa lepas dari unsur komedi.

Cak Tohir mengaku menyelipkan satire, unsur komedi yang bersifat menyindir dan mengkritik, ke dalam permainan monolog teaternya. “Saya materinya realis komedi, ya ada humor dikit-dikit,” kata dia. 

Kegiatannya saat ini memang tidak bisa lepas dari seni peran. Sejak pensiun dari Srimulat, bahkan dia cukup sering terlibat bermain di layar kaca, seperti film Tilik (2018) dan sinetron Para Pencari Tuhan Jilid 15 (2020).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya