Soloraya
Senin, 3 November 2014 - 06:29 WIB

TOL SOLO MANTINGAN : Pembebasan Lahan Capai 98%

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi jalan tol (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, BOYOLALI—Pembebasan tanah yang dipergunakan untuk pembangunan tol Solo-Mantingan yang menerjang wilayah Boyolali telah mencapai 98% atau sekitar 1.021 hektar.

Hal tersebut disampaikan Kepala Bagian (Kabag) Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah/Puod Setda Boyolali, Joko Diyono, saat dijumpai wartawan di ruang kerjanya, Jumat (31/10/2014).

Advertisement

Menurut Joko, pembebasan tanah sisanya sebesar 2% atau 21 hektare saat ini masih dalam proses pembayaran. Pihaknya menargetkat pada akhir tahun ini pembebasan tanah tol Solo-Mantingan selesai 100%.

“Saya optimis  pembebasan tanah tol Solo-Mantingan selesai total 100% pada akhir tahun 2014 ini. Ya, melihat karena sisa tanah yang belum terealisasi tinggal hanya 2%. Kami segera menindaklanjuti untuk menyelesaikan roses pembayaran,” kata Joko.

Advertisement

“Saya optimis  pembebasan tanah tol Solo-Mantingan selesai total 100% pada akhir tahun 2014 ini. Ya, melihat karena sisa tanah yang belum terealisasi tinggal hanya 2%. Kami segera menindaklanjuti untuk menyelesaikan roses pembayaran,” kata Joko.

Joko mengatakan proyek pembangunan tol Solo-Mantingan tersebut menerjang tanah di sejumlah 11 desa yang tersebar di dua wilayah kecamatan di Kota Susu yakni, Kecamatan Banyudono sebanyak dua desa dan Ngemplak sejumlah sembilan desa.

“Di wilayah Banyudono, terdapat dua desa, yakni Desa Dengggungan dan Bangak yang terkena dampak pembangunan tol Solo-Mantingan. Sedangkan di Ngemplak terdapat sembilan desa yang terkena imbas, seperti Desa Ngargorejo, Sobokerto, Ngesrep, Sindon, Dibal, Donohudan, Pandeyan, Sawahan, dan Desa Kismoyoso,” ujar Joko.

Advertisement

Menurut Joko, pembebasan tanah wakaf masjid prosesnya hingga harus berkoordinasi dengan Kementrian Agama (Kemenag) di Jakarta serta mendapat rekomendasi dari Badan Wakaf Indonesia (BWI), sehingga memang memakan waktu lama.

“Hal yang sama juga untuk pembebasan tanah aset desa prosenya hingga ke Gubernur Jateng [Jateng] sehingga juga membutuhkan waktu dan proses tidak singkat. Selain itu ada juga kendala yang dihadapi dalam pembebasan jalan tol karena permintaan harga tanah tidak sesuai dengan harga appraisal,” imbuh Joko.

Permintaan harga tanah oleh masyarakat, lanjut Joko, jauh lebih tinggi dari harga appraisal sehingga proses nego juga menjadi lebih lama. Pembebasan tanah tol Solo-Mantingan yang dimulai sejak tahun 2007 lalu itu tetap ditargetkan bakal selesai akhir tahun.

Advertisement

Sementara itu, saat ditanya mengenai perkembangan pembebasan tanah tol Salatiga-Boyolali, Joko, mengatakan pihaknya masih terus melakukan komunikasi dengan masyarakat.

Hingga saat ini, lanjut dia, pembebasan tanah untuk pembangunan tol yang menerjang sekitar 1939 bidang tanah di 17 desa di Boyolali tersebut masih dalam proses musyawarah.

Salah seorang warga RT 007/RW 001 Mojolegi, Kecamatan Teras, yang rumahnya tekena dampak proyek pembangunan tol Salatiga-Boyolali, Sumali, 47, meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali beserta Panitia Pengadaan Tanah (P2T) membahas secara seimbang mengenai ganti rugi tanah dan ganti rugi bangunan. Menurut Sumali, selama ini dalam rapat koordinasi antara P2T dengan warga lebih banyak membahas mengenai nominal ganti rugi tanah.

Advertisement

“Ganti rugi bangunan dilakukan dengan pendekatan personal dengan pemilik rumah. Pasalnya, setiap rumah saya yakin harga jual bangunannya berbeda-beda. Hla terakhir pada Selasa [28/10], kami mendapat slip penawaran harga bangunan. Namun, nilainya belum sesuai. Kami ingin koordinasi secara langsung tetapi belum ada lagi forum,” kata Sumali kepada Espos di rumahnya, Minggu (2/11).

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif