SOLOPOS.COM - Undangan diskusi dan aksi tolak RUU Penyiaran. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO–Gabungan sejumlah organisasi jurnalis, konten kreator, dan penggiat seni di Solo tegas menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran (versi 2024). Mereka menggelar dua aksi untuk penolakan.

Serangkaian kampanye penolakan dimulai Senin (20/5/2024) malam dengan diskusi daring Jegal sampai Gagal RUU Penyiaran bersama Sekjen Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Bayu Wardhana. Kemudian acara puncak berupa aksi massa dilaksanakan secara langsung di Plaza Manahan, Selasa (21/5/2024) sore.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Dua aksi tersebut merupakan inisiasi AJI Solo, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Solo, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Solo, Forkom Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Solo, dan sejumlah jurnalis televisi di Solo.

Ketua AJI Kota Solo, Mariyana Ricky P.D, menjelaskan pentingnya kampanye penolakan RUU Penyiaran. RUU yang tengah disusun DPR tersebut jelas mengancam iklim demokrasi, kebebasan HAM, dan kebebasan pers di Indonesia.

“Banyak pasal multitafsir yang berpotensi digunakan alat kekuasaan,” jelas dia, Senin petang.

Mariyana mengatakan pentingnya upaya kolaborasi menjegal RUU penyiaran oleh berbagai pihak. Apalagi, dampak panjang RUU Penyiaran tak hanya bagi kebebasan pers. Tetapi juga masyarakat secara umum karena membatasi kebebasan sipil dan partisipasi publik.

Selain itu, menurut dia, dua aksi yang digelar di Kota Bengawan merupakan bagian dari kampanye secara masif yang dilakukan Pengurus Nasional AJI Indonesia di media sosial selama lima hari mulai 17 Mei hingga 21 Mei 2024.

Wali Kota Solo sekaligus Wakil Presiden terpilih pada Pilpres 2024 Gibran Rakabuming Raka menjelaskan mempersilakan insan pers memberikan masukan-masukan untuk rancangan regulasi. Masukan dari insan pers akan dibahas lebih lanjut.

“Kami penginnya dengan teman-teman media elektronik, cetak, bisa terbuka seperti ini,” papar dia.

Berikut pasal-pasal problematik RUU Penyiaran:

  • Ancaman kebebasan pers lewat larangan jurnalisme investigasi dan ambil alih wewenang Dewan Pers oleh KPI (Pasal 42 dan Pasal 50B ayat 2c)
  • Kewenangan KPI untuk melakukan penyensoran dan pembreidelan konten di media sosial. Hal ini akan mengancam kebebasan konten kreator maupun lembaga penyiaran yang mengunggah konten di internet. Konten siaran di internet wajib patuh pada Standar Isi Siaran (SIS) yang mengancam kebebasan pers dan melanggar prinsip-prinsip HAM (Pasal-pasal 34 sampai 36).
  • Pembungkaman kebebasan berekspresi lewat ancaman kabar bohong dan pencemaran nama baik (Pasal 50B ayat 2K). Mahkamah Konstitusi RI telah membatalkan pasal berita bohong yang menimbulkan keonaran, Pasal 14 dan Pasal 15 pada UU No 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 ayat (1) tentang pencemaran nama baik yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada 21 Maret 2024 lalu. Mengapa poin kabar bohong dan pencemaran nama baik masuk kembali di RUU Penyiaran?
  • Melanggengkan kartel atau monopoli kepemilikan lembaga penyiaran. Pada draf RUU Penyiaran ini menghapus pasal 18 dan 20 dari UU Penyiaran no 32/2002, di mana pasal-pasal ini membatasi kepemilikan TV dan radio. Hilangnya pasal-pasal ini akan mempermulus penguasaan TV dan Radio pada konglomerasi tertentu saja.
  • Pelanggaran HAM. Draf RUU Penyiaran ini melarang tayangan yang menampilkan perilaku lesbian, homoseksual, biseksual dan transgender. (Pasal 50B ayat 2G). Pasal ini selain diskriminatif, juga akan menghambat beberapa ekspresi kesenian tradisional maupun modern baik di TV, radio maupun internet.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya