SOLOPOS.COM - Keluarga Cik Yung melaksanakan tradisi sembayangan menjelang Imlek 2024 di kediamannya di Kampung Sarigunan, Sragen Wetan, Sragen, Kamis (8/2/2024). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Tradisi sembayangan Imlek bagi warga Tionghoa di Jawa, khususnya di Sragen mulai jarang. Namun, keluarga Lie Kiem Yung yang tinggal di Kampung Sarigunan, Sragen Wetan, Sragen, masih mempertahankan tradisi sembayangan di setiap Tahun Baru Imlek. Sembayangan itu menjadi wujud hormat mereka kepada leluruh, mendoakan mereka, sekaligus melestarikan budaya Imlek.

Lie Kiem Yung yang memiliki nama lain Stephanie Christiana Agustin mengajak anaknya, Edward Marcelino, yang masih siswa SMA untuk sembayang bersama di ruang tamu. Sebelum ritual sembayangan dilakukan, ibu dan anak itu menata makanan yang disajikan di meja khusus.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

Foto-foto leluhur ditata berjajar di lokasi yang dimeriahkan dengan hiasan warna merah. Cik Yung, sapaannya, bersama putranya juga mengenakan baju warna merah. Setelah persiapan selesai, mereka menyalakan hio dengan aroma wangi sebelum memulai sembayang.

Setelah hio yang mereka pegang menyala, bau semerbak mewangi memadati ruang tamu itu. Mata mereka terpejam sambil bibir merapal doa. Kemudian hio itu diletakkan pada bokor kecil di antara aneka makanan di meja. Kebetulan Imlek 2024 ini bertepatan dengan Tahun 2575 Kongzili. Menurut penanggalan China, tahun ini merupakan tahun shio naga, tepatnya naga kayu.

“Ini tradisi Imlek. Di Jawa, tradisi Imlek ini masih jarang. Imlek ini jadi bagian untuk melestarikan dan menghormati leluhur. Setiap tahun kami melakukan ini. Harapan di tahun naga ini lebih baik, situasi politik, ekonomi juga lebih maju. Untuk keluarga sejahtera, bahagia, berlimpahan dalam segala aspek,” jelas Cik Yung.

Para Imlek kali ini persiapannya lebih sederhana, seperti menyiapkan kue ranjang, ikan, buah-buahan, dan lainnya. Sebenarnya tradisi ini dilakukan H-1 Imlek, tetapi keluarga Cik Yung mendahului sehari karena ada pertemuan keluarga besar di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, pada Jumat (9/2/2024) besok.

Dia mengatakan dalam pertemuan keluarga besar, yang muda menghormati yang tua. Anggota keluarga yang sudah bekerja biasanya memberi angpau kepada yang muda yang belum bekerja atau yang sudah sepuh maupun pensiun. Anggota keluarga yang sepuh dan pensiun itu menjadi tanggung jawab yang masih produktif.

Dalam tradisi Imlek itu, jelas Cik Yung, banyak makanan yang disajikan, masing-masing memiliki arti. Seperti kue keranjang dari ketan yang memiliki makna mempererat keluarga, kebersamaan, dan kehamonisan. Kemudian buah-buahan dan ikan bandeng, menurutnya menjadi simbol rezeki dan kesejahteraan melimpah.

“Nah, pada tahun naga ini biasanya pengin punya anak. Kami meyakini anak yang lahir di tahun naga itu membawa keberuntungan. Naga di China itu lambang kekuasaan, kesejahteraan, kekayaan, dan keberlimpahan. Perayaan Imlek  identik dengan merah karena itu menjadi lambang kebahagiaan. Yang dilarang itu pakai baju warna hitam atau putih karena itu melambangkan duka,” jelasnya.

Kebetulan Cik Yung sendiri lahir pada tahun naga di 1976 yang lalu. Keberuntungan sering didapat Cik Yung dalam menjalankan bisnisnya. Cik Yung juga menginisiasi adanya paguyuban Tionghoa di Sragen yang kini beranggotakan 40 warga keturunan. Melalui peguyuban tersebut, dia ingin membuat event besar yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di Sragen

.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya