Soloraya
Selasa, 18 April 2023 - 16:29 WIB

Tradisi Kenduri Ketupat dan Kisah Sendang Bulus di Jimbung Kalikotes Klaten

Taufiq Sidik Prakoso  /  Suharsih  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga memperebutkan gunungan ketupat saat digelar kenduri ketupat di Desa Jimbung, Kecamatan Kalikotes, Senin (9/5/2022) pagi. (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Masyarakat Desa Jimbung, Kecamatan Kalikotes, Klaten, memiliki tradisi unik setiap Lebaran. Tradisi yang digelar setiap H+8 Lebaran itu yakni kenduri ketupat.

Pada Lebaran tahun lalu, tradisi kenduri ketupat kembali digelar di desa tersebut setelah dua tahun sebelumnya berturut-turut vakum karena pandemi Covid-19. Berdasarkan catatan Solopos.com, dalam acara yang digelar di kawasan Alun-alun Jimbung, 9 Mei 2022 lalu, ada tiga gunungan ketupat.

Advertisement

Gunungan ketupat lengkap dengan sambal goreng itu sedianya dibagikan kepada warga yang berdatangan setelah serangkaian acara seremonial. Namun, belum sampai dibagikan, gunungan ketupat sudah habis diperebutkan ratusan warga.

Tradisi kenduri ketupat di Desa Jimbung, Kalikotes, Klaten, pada 2022 itu tergolong sederhana. Sebelum pandemi Covid-19, jumlah gunungan ketupat yang diarak dan dibagikan kepada warga bisa mencapai 20 gunungan.

Advertisement

Tradisi kenduri ketupat di Desa Jimbung, Kalikotes, Klaten, pada 2022 itu tergolong sederhana. Sebelum pandemi Covid-19, jumlah gunungan ketupat yang diarak dan dibagikan kepada warga bisa mencapai 20 gunungan.

Pada acara tahun 2022 itu gunungan ketupat juga tidak diarak keliling desa seperti biasanya melainkan langsung dibawa ke alun-alun. Menurut Kepala Desa Jimbung, Padiyo, saat itu, tradisi syawalan dengan kenduri atau rebutan ketupat itu sudah ada sejak dulu.

Dia mengatakan tradisi ini digelar untuk memaknai ketupat yakni ngaku lepat atau mengakui kesalahan dan diakronimkan menjadi kupat. Ketupat dalam bahasa Jawa sering disebut kupat.

Advertisement

Sementara itu, Ketua Panitia Acara, Widodo, mengatakan tradisi kenduri ketupat di Jimbung, Kalikotes, Klaten, biasa digelar pada H+8 Lebaran. “Ini sudah turun temurun sejak nenek moyang. Dari desa juga sudah membuat Perdes [peraturan desa] terkait sebaran ketupat dan Perdes terkait tradisi syawalan,” kata Widodo.

Masih terkait tradisi Lebaran atau Syawalan, di Desa Jimbung juga ada tradisi warga mendatangi Sendang Bulus. Mereka berdatangan membawa ketupat untuk dimakan bersama di kawasan sedang.

Kisah Bulus Jelmaan Manusia

Sekretaris Desa (Sekdes) Jimbung, Slamet, saat diwawancarai Solopos.com, Mei 2022 lalu, mengaku sempat mengalami tradisi tersebut. “Saya masih mengalami membawa ketupat ke tempat itu dikalungkan di pundak. Setelah sampai di sana ya dimakan di tempat itu. Ada yang diberikan untuk pakan bulus juga,” jelas Slamet.

Advertisement

Bulus dimaksud memiliki cerita legenda yang dipercaya masyarakat terjadi di masa lalu. Selama bertahun-tahun sendang itu dikenal dengan keberadaan dua bulus bernama Kiai Poleng dan Nyai Remeng. Konon, bulus itu jelmaan manusia.

Dari tradisi tutur yang dipercaya masyarakat Desa Jimbung, Klaten, di masa lalu ada seorang raja bernama Raden Jaka Patoha di Keraton Jimbung. Kewibawaan dan ketampanan Raden Patoha membuat seorang putri bernama Ratu Keling jatuh cinta.

Namun, Raden Patoha tak bisa menerima cinta Ratu Keling. Kemudian Ratu Keling mengutus abdinya, yakni Kiai Poleng dan Nyai Remeng, untuk membujuk Raden Patoha menerima cinta sang putri.

Advertisement

Lantaran terus mendesak, Kiai Poleng dan Nyai Remeng disumpahi menjadi bulus oleh Raden Patoha. Tiba-tiba keduanya menjadi bulus.

Tongkat Raden Patoha ditancapkan di tanah dan menjadi pohon randu alas kemudian bawahnya keluar air dan menjadi tempat tinggal Kiai Poleng dan Nyai Remeng yang berubah jadi bulus.

Slamet menjelaskan bulus Kiai Poleng memiliki warna belang dengan berlekuk seperti punggung manusia. Sementara, bulus Nyai Remeng berwarna abu-abu.

Ukuran kedua bulus itu besar dan kerap dinaiki anak-anak. Kini, kedua bulus yang pernah dikeramatkan itu sudah mati. Bulus Nyai Remeng dikuburkan di dekat sendang. Beberapa tahun berikutnya atau sekitar tahun 2009, bulus Kiai Poleng mati dan dilarung ke pantai selatan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif