Soloraya
Jumat, 17 Maret 2023 - 13:15 WIB

Tradisi Unik Jelang Ramadan di Batuwarno Wonogiri, Tiap Malam Ada Bancakan

Muhammad Diky Praditia  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga menghadiri bancakan atau selamatan pada tradisi megengan di salah satu rumah warga Desa/Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Kamis (16/3/2023). (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Warga Dusun Batuwarno, Desa/Kecamatan Batuwarno, Wonogiri, sampai saat ini masih melestarikan megengan, tradisi unik warisan leluhur yang dilaksanakan secara turun temurun tiap menjelang Ramadan.

Dalam tradisi itu, tiap malam setiap rumah menggelar bancakan, selamatan, atau kenduri secara bergiliran. Seperti pada Kamis (16/3/2023) malam, tradisi megengan digelar di rumah salah satu warga bernama Edi Doli.

Advertisement

Mengenakan sarung dan baju takwa motif lurik, selepas Isya Edi berdiri di depan rumah bersiap menyambut para tamu. Pria 42 tahun itu menjadi tuan rumah dalam tradisi desa menyambut bulan puasa itu.

Puluhan laki-laki dewasa berduyun-duyun memasuki rumah Edi yang sudah lantainya sudah digelari tikar mulai dari bagian tengah, depan, hingga teras rumah. Mereka duduk bersila berjejer.

Tak lama kemudian, ambengan yang terdiri atas tumpeng, buah pisang, bubur, ingkung ayam, dan lainnya dikeluarkan dari dapur ke hadapan para tamu atau jamaah megengan.

Advertisement

Rumah Edi menjadi rumah ke-27 yang kebagian jadwal mengadakan tradisi megengan jelang Ramadan di Dusun Batuwarno, Desa/Kecamatan Batuwarno, Wonogiri. Hampir setiap rumah di dusun tersebut mengadakan megengan.

Tidak jelas kapan kali pertama acara penyambutan Ramadan itu digelar. Yang jelas tradisi megengan sudah ada sejak turun temurun. Menurut Kamus Bausastra, megengan berasal dari kata megeng yang berarti menahan.

Sedangkan megengan memiliki arti permulaan Bulan Puasa. Megengan di Dusun Batuwarno diisi dengan pembacaan tahlil, salawat, dan doa sesuai hajat tuan rumah seperti mendoakan leluhur yang telah meninggal.

Advertisement

Dilaksanakan Sebulan Penuh

Prosesi itu dipimpin sesepuh desa. Megengan berlangsung sekitar satu jam yang ditutup dengan makan ambengan bersama-bersama. Ambengan yang sedari awal dihidangkan dan didoakan kemudian dibagi kepada masing-masing tamu.

“Warga tidak akan menjustifikasi mereka yang tidak melaksanakan megengan. Juga tidak akan ngrasani. Semua sudah paham dan saling mengerti.”

Selain itu, ruan rumah tradisi jelang Ramadan di Batuwarno, Wonogiri, itu juga menghidangkan makanan tambahan sebagai pendamping berupa aneka camilan tradisional seperti apam yang dibungkus daun jati berbentuk kerucut. Edi mengatakan megengan dilaksanakan selama sebulan penuh sebelum Ramadan.

Bancakan atau selamatan dilakukan bergiliran dari rumah ke rumah setiap hari. Tetapi hal itu tidak bersifat wajib. Bagi keluarga yang tidak ingin mengadakan megengan karena suatu hal baik alasan ekonomi atau lainnya, warga lain tidak akan mempermasalahkan.

“Warga tidak akan menjustifikasi mereka yang tidak melaksanakan megengan. Juga tidak akan ngrasani. Semua sudah paham dan saling mengerti,” kata Edi saat berbincang dengan Solopos.com di rumahnya di RT 001/RW 004 Dusun Batuwarno, Jumat (17/3/2023).

Warga menghadiri bancakan atau selamatan pada tradisi megengan di salah satu rumah warga Desa/Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Kamis (16/3/2023). (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia)a

Menurut Edi, tradisi di Batuwarno, Wonogiri, ini tidak sekadar penyambutan jelang Ramadan. Lebih dari itu, acara ini menjadi ajang berkumpul, bersosialisasi, atau berbagi rezeki dengan tetangga kiri-kanan rumah.

Beberapa tahun lalu tradisi megengan dilaksanakan di beberapa rumah dalam satu hari. Namun hal itu tidak efektif, selain memakan banyak waktu, ambengan atau makanan yang dihidangkan menjadi banyak yang terbuang.

Atas dasar itu, megengan kemudian dilaksanakan hanya satu rumah setiap hari. Tetapi aturan itu tidak baku. Ketika Bulan Puasa sudah dekat, sementara masih ada beberapa rumah yang belum melaksanakan megengan, biasanya dalam satu hari itu dilaksanakan di dua rumah pada siang dan malam.

Hanya Dihadiri Laki-Laki

“Kayak hari ini. Nanti setelah Jumatan, ada megengan di satu rumah, terus setelah Isya juga ada megengan lagi di rumah warga lain,” ujar dia.

Warga Dusun Batuwarno lainnya, Santoso, menyampaikan sejak dulu megengan hanya diikuti laki-laki. Dia tidak menjelaskan mengapa hanya laki-laki yang diizinkan mengikuti megengan.

Santoso menyebut tradisi megengan itu kini sudah mulai hilang. Bahkan di Desa Batuwarno, Wonogiri, hanya beberapa rukun tetangga (RT) yang masih mengadakan tradisi jelang Ramadan tersebut. “Sudah mulai hilang. Tapi kami berusaha agar tradisi ini tetap lestari. Paribasane niku, nguri-uri budaya,” kata Santoso.

Ucapan Santoso ini ada benarnya. Di beberapa wilayah di Wonogiri, tradisi megengan sudah tidak lagi berjalan, salah satunya di wilayah kota Wonogiri. Salah satu warga Giripurwo, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri, Bawarti, mengatakan sudah sekitar 10 tahun megengan tidak ada lagi di lingkungannya.

“Dulu itu megengan diadakan di rumah kepala lingkungan. Tapi sejak kepala lingkungannya ganti, tradisi itu sudah tidak ada,” ucap Bawarti.

Dia menceritakan ketika megengan masih dilaksanakan, masing-masing keluarga di lingkungan tempat tinggalnya membawa aneka makanan kemudian dikumpulkan di rumah kepala lingkungan.

Antarkeluarga kemudian saling bertukar makanan. Beberapa warga boleh memakan langsung makanan di rumah tersebut atau bisa juga dibawa pulang. “Dulu ramai. Biasanya digelar sepekan sebelum Puasa,”katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif