SOLOPOS.COM - Ratusan massa gabungan tukang becak dan ojek pangkalan berdemo menolak ojek online, Kamis (29/12/2016). (Indah Septiyaning W./JIBI/Solopos)

Transportasi Solo, para pengemudi ojek konvensional siap beralih jadi ojek online.

Solopos.com, SOLO — Setelah sempat ngotot menolak keberadaan ojek online (Gojek), kini ojek konvensional mulai melunak. Mereka bersedia beralih ke sistem daring (online) agar mampu bersaing dengan Gojek.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Hal itu dengan syarat mereka tidak bergabung dengan Gojek. Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Paguyuban Ojek Pangkalan Soloraya Suharto seusai mengikuti audiensi di ruang rapat Wali Kota, Jumat (20/1/2017).

Audiensi diikuti perwakilan ojek konvensional, Kapolresta Solo Kombes Pol. Ahmad Luthfi, Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Hari Prihatno, Wakastlantas AKP Made Ray Ardana, dan pejabat lain.

“Kami semuanya [sopir ojek pangkalan] siap jika ada pihak yang menawarkan penggunaan aplikasi online pada kami,” kata dia.

Selain itu ojek konvensional juga siap mengikuti standardisasi tarif dalam penerapan transportasi berbasis online. Ia tak bisa memungkiri apalagi membendung perkembangan teknologi. Persaingan dalam dunia usaha berbasis sistem daring tidak bisa dihindarkan meski keberadaan ojek konvensional muncul lebih dulu.

“Kami ini tahu kalau seperti ini terus, kami akan kalah. Meskipun pelayanan kami juga tidak kalah dengan Gojek,” katanya.

Kesediaan ojek konvensional beralih ke sistem daring dengan syarat mereka tidak bergabung dengan Gojek. Paguyuban ojek konvensional akan menunggu ada pihak yang menawarkan sistem transportasi bagi ojek konvensional.

Berdasarkan data, terdapat 430 pengemudi ojek konvensional yang tersebar di 28 pangkalan di Kota Bengawan. “Mungkin separuh dari anggota kami siap berubah ke sistem online. Lambat laun mereka semua akan ke arah sana,” katanya.

Dia mengakui selama ini persaingan bisnis menjadi faktor utama gejolak yang muncul atas keberadaan Gojek. Menurut mereka semestinya pemilik Gojek tidak merekrut tenaga baru melainkan memanfaatkan ojek konvensional yang selama ini ada di Kota Solo.

Padahal sangat jelas keberadaan ojek konvensional lebih dulu ada. “Jadi ibaratnya kami tidak diuwongke,” katanya.

Suharto juga mengaku adanya penurunan omzet hingga 70% sejak Gojek beroperasi. Beberapa pelanggan saat ini telah beralih menggunakan Gojek. “Kami juga siap jika harus dipertemukan dengan pemilik dan perwakilan Gojek,” katanya.

Kapolresta Solo Kombes Pol. Ahmad Luthfi mengatakan sumber masalah keberadaan transportasi sistem daring bukan dari Kota Solo, melainkan Jakarta. Namun, yang terpenting saat ini adalah solusi agar potensi gesekan tidak terjadi di Kota Bengawan.

Kapolresta pun merekomendasikan adanya peraturan yang menjadi dasar penindakan oleh polisi, seperti Peraturan Wali Kota (Perwali) atau lainnya. “Atau cara lain adalah mendudukkan keduanya [Gojek dan ojek konvensional] untuk merumuskan solusi,” kata Kapolres.

Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo mengatakan akan mengumpulkan beberapa pihak seperti ojek konvensional, becak, pemilik, dan perwakilan Gojek pada 25 Januari mendatang. “Sejak awal, Kota Solo memang menolak Gojek. Lain ceritanya jika digunakan sebagai pesan antar makanan, bukan penumpang,” katanya.

Kehadiran ojek dengan sistem daring seperti Gojek di Kota Solo sempat menimbulkan beberapa gesekan. Pada Oktober lalu, ratusan sopir Gojek menggeruduk ojek pangkalan di Stasiun Purwosari lantaran salah satu rekan mereka dikeroyok orang tak dikenal yang diduga pengemudi ojek pangkalan.

Sedangkan pada akhir Desember, ratusan sopir becak dan ojek pangkalan menggeruduk Balai Kota menolak kehadiran Gojek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya