Soloraya
Selasa, 11 April 2017 - 22:35 WIB

TRANSPORTASI SOLO : Ojek Online Mulai Gerus Pasar Taksi Konvensional

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengemudi taksi menunggu penumpang di Jl. Monginsidi, Balapan, Solo, Selasa (11/4/2017). (Nicolous Irawan/JIBI/Solopos)

Transportasi Solo, pengelola taksi konvensional mulai merasakan dampak keberadaan ojek online.

Solopos.com, SOLO — Para pengelola taksi konvensional semakin merasakan dampak kehadiran ojek online di Solo. Mereka meminta pemerintah membatasi jumlah ojek online yang mulai menjamur di Kota Bengawan.

Advertisement

Manajer Operasional Solo Central Taxi, Heru Purwanto, mengatakan penghasilan sopir taksi mengalami penurunan hingga 60% dalam beberapa bulan terakhir. Meski berbeda pasar, kenyataannya mereka merasakan dampak keberadaan ojek online.

Menurutnya, kian hari jumlah ojek online semakin bertambah. “Kami merasakan dampaknya, penghasilan menurun sekitar 60 persen. Pelanggan yang biasanya naik taksi beralih ke ojek online, tapi segmen tertentu ” katanya saat ditemui wartawan seusai menggelar rapat di kantor Organisasi Angkutan Darat (Organda) Solo, Selasa (11/4/2017).

Advertisement

Menurutnya, kian hari jumlah ojek online semakin bertambah. “Kami merasakan dampaknya, penghasilan menurun sekitar 60 persen. Pelanggan yang biasanya naik taksi beralih ke ojek online, tapi segmen tertentu ” katanya saat ditemui wartawan seusai menggelar rapat di kantor Organisasi Angkutan Darat (Organda) Solo, Selasa (11/4/2017).

Direktur PT Sekar Gelora Taksi, Meddy Sulistyanto, mengatakan selain membatasi jumlah, pengusaha taksi juga meminta pemerintah untuk mengatur tarif batas bawah dan atas transportasi online.

Permasalahannya sekarang ada dua, mengenai jumlah dan tarif. Dengan jumlah yang sangat banyak dan tidak ada batasan akan muncul masalah. Begitu juga dengan tarif harus ada batasannya, kalau dibiarkan pasar bisa hancur,” ujarnya.

Advertisement

Dalam rapat itu, dia juga menyampaikan revisi Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 32/2016 tentang Penyelengaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Setidaknya ada 11 poin yang dijelaskan dalam revisi tersebut.

Dia menyoroti poin pertama revisi tentang jenis angkutan sewa. Pemerintah dalam hal ini mengklasifikasikan taksi online berbeda dengan angkutan umum lainnya. Pemerintah mengklasifikasikan taksi online sebagai angkutan sewa khusus.

“Jika pelat hitam diperbolehkan mengangkut penumpang, maka nanti jumlahnya semakin banyak, soalnya unlimited,” keluhnya.

Advertisement

Dia juga menyoroti poin revisi kelima, tentang kewajiban STNK berbadan hukum. Jika sebelumnya ketentuan STNK atas nama perusahaan, direvisi menjadi STNK atas nama badan hukum. Akan tetapi, pengalihan nama diberi waktu sampai dengan masa STNK per lima tahun habis berlakunya.

Selain itu, antara pengemudi dengan badan hukum penyelenggara transportasi, seperti koperasi, juga harus membuat perjanjian secara tertulis bahwa kendaraan yang digunakan pengemudi itu untuk armada taksi online. Ketua Organda Solo, Joko Suprapto, mengatakan juragan taksi dikumpulkan untuk menampung keluhan mereka terhadap perkembangan transportasi sekarang.

“Ini inisiatif Organda untuk mengumpulkan taksi, saya dengar banyak keluhan. Nah, kami mengantisipasi jangan sampai terjadi lagi bentrokan, persaingan yang tidak sehat dan kami harus menyamakan persepsi,” katanya.

Advertisement

Hasil rapat itu akan disampaikan kepada Pemerintah Kota Solo untuk dijadikan pertimbangan dalam mengambil kebijakan. Jangan sampai penumpang dirugikan karena permasalahan transportasi tersebut.

Hingga kini di Solo ada enam perusahaan taksi konvensional, yakni Kosti, Gelora Taksi, Mahkota Ratu Taksi, Solo Sentral Taksi, Sakura Sari Taksi, dan Bengawan Taksi. Jumlah armada taksi konvensional tersebut 500 unit-600 unit.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif