SOLOPOS.COM - Konsolidasi Kampanye Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan di Harris Hotel Solo, Kamis (7/12/2023). (Solopos.com/Maymunah Nasution)

Solopos.com, SOLO — Kasus femisida cenderung mengalami peningkatan selama 2023. Hal ini menjadi perhatian khusus oleh Yayasan SPEK-HAM maupun Komnas Perempuan.

Khususnya di wilayah Solo, Direktur Yayasan SPEK-HAM, Rahayu Purwaningsih, mengingatkan kasus femisida terbaru yakni pembunuhan seorang mahasiswi Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) di Pantai Ngrawe, Kelurahan Kemadang, Gunungkidul, pada 15 November 2022 lalu.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Korban dibunuh oleh pelaku yang merupakan kekasihnya sendiri. Pembunuhan berencana tersebut dilakukan karena korban tengah hamil dan pelaku tidak mau bertanggung jawab.

Secara definisi, femisida yakni bentuk kejahatan kebencian berbasis jenis kelamin, atau juga disebut sebagai pembunuhan yang disengaja terhadap perempuan karena mereka adalah perempuan.

“Saya rasa akhir-akhir ini kita mulai sering mendengar kekerasan seksual pada perempuan, ini adalah bentuk kekerasan femisida yang sering berakhir nahas yaitu pembunuhan. Ini tentunya menjadi situasi yang memprihatikan dan menunjukkan jika porsi pemenuhan hak korban belum sepenuhnya terpenuhi,” papar Rahayu atau Ayu saat berdiskusi dalam forum Konsolidasi Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan 2023 oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) di Hotel Harris Solo, Kamis (7/12/2023).

Ayu mendesak pelaku kasus-kasus femisida harus dihukum secara serius karena menghilangkan nyawa orang lain. Dia juga berpendapat awareness masyarakat atas kasus kekerasan seksual (KS) dan kebencian terhadap perempuan harus ditingkatkan.

Komisioner Komnas Perempuan, Tiasri Wiandani, mengatakan secara nasional jumlah kasus femisida di Indonesia selama 2023 mengalami peningkatan.

“Kami belum bisa memaparkan jumlahnya karena Komnas Perempuan tengah mengumpulkan data untuk Catahu [Catatan Akhir Tahun] baik lewat pengaduan langsung maupun dari lembaga mitra layanan, tetapi dalam [fase] awal kami menemukan kasus femisida ini terjadi karena perempuan dibunuh atau bunuh diri,” ujar Tias saat diwawancara Solopos.com setelah acara selesai.

Tias melanjutkan, femisida berupa kasus bunuh diri oleh perempuan terjadi karena biasanya perempuan tersebut mengalami kekerasan berbasis gender dan mengalami tekanan psikologis akibat banyak faktor, hingga akhirnya memilih mengakhiri hidupnya.

Sementara itu, femisida berupa kasus pembunuhan terhadap perempuan terjadi karena kebencian terhadap para perempuan.

Tias berharap data mengenai kasus tersebut segera terkumpul agar Komnas Perempuan dapat memberi penanganan yang tepat atas tren femisida.

Namun menurutnya melihat banyaknya kasus serupa yang viral dan banyak dibicarakan masyarakat, tren femisida justru meningkat selama 2023.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya