Tebercolusis Wonogiri menjadi perhatian Dinas Kesehatan Kabupaten setempat karena jumlah penderita terus meningkat.
Solopos.com, WONOGIRI – Jumlah penderita penyakit tuberculosis multi drug resistant (TB-MDR) meningkat tajam dalam kurun waktu 2010-2014. Penderita TB-MDR wajib meminum obat setiap hari selama 24 bulan.
Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian
Kepala Bidang (Kabid) Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) DKK Wonogiri, Supriyo Heriyanto, mengatakan jumlah penderita penyakit TBC-MDR meningkat setiap tahun.
Hal itu disebabkan virus penyakit TB-MDR dapat menular saat kontak langsung dengan penderita. “Di Wonogiri ada tren kenaikan jumlah penderita penyakit TB-MDR. Setiap tahun jumlah penderita TB-MDR meningkat,” katanya saat ditemui DKK mencatat jumlah kasus penyakit TBC-MDR pada 2010 sebanyak lima suspect dan satu penderita positif. Pada 2011, 17 penderita suspect dan tiga penderita positif. Sementara pada 2012, tujuh penderita suspect dan tiga penderita positif. Pada 2013, delapan penderita suspect dan dua penderita positif. Sedangkan 2014, 12 penderita suspect dan empat penderita positif. Menurut dia, masa pengobatan penderita TB-MDR memakan waktu cukup lama yakni selama 24 bulan. Penderita TB-MDR wajib meminum obat setiap hari selama masa pengobatan. Virus TB-MDR, kata dia, resistan terhadap dua jenis obat yakni INH dan rifampisin. “Masa pengobatan penyakit TB-MDR lebih lama dibanding TB biasa. Kalau TB biasa kan hanya enam bulan sementara TB-MDR selama 24 bulan. Makanya penderita TB-MDR membutuhkan dukungan dari keluarganya selama masa pengobatan,” ujar dia. Menurut dia, sebenarnya penyakit TB tak hanya menyerang paru-paru melainkan organ tubuh lainnya seperti usus. Apabila penyakit TB menyerang usus maka gejala utamanya diare kronis.
Dia menjelaskan beberapa gejala penderita penyakit TB sepeti berat badan turun, demam tidak terlalu tinggi dan nafsu makan menurun. “Penyakit TBC bisa diobati asal penderita meminum obat setiap hari selama masa pengobatan. Jangan sampai ada pengobatan berhenti,” papar dia. Lebih jauh, Supriyo menjelaskan keluarga berperan sebagai pengingat penderita TB-MDR selama masa pengobatan. Kadang kala penderita penyakit TB-MDR enggan meneruskan pengobatan setelah merasa kondisi tubuhnya membaik. Padahal, virus penyakit TBC masih ada di dalam tubuhnya. Di sisi lain, seorang warga Kelurahan Giripurwo, Kecamatan Wonogiri, Yudanto, 32, menuturkan sosialisasi penanggulangan penyakit TB harus digencarkan di setiap pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) atau klinik kesehatan di perdesaan sehingga masyarakat memahami cara penularan maupun pencegahan penyakit TB. “Bisa saja masyarakat perdesaan belum tahu cara pencegahan penyakit TB. Karena itu, instansi terkait harus memberikan porsi lebih sosialisasi pencegahan penyakit TB di perdesaan,” kata dia.