Soloraya
Selasa, 25 Juli 2017 - 17:15 WIB

UMKM KLATEN : Pengrajin Alat Peraga Edukasi di Kunden Terganjal Modal dan SDM

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengrajin mengecat alat peraga edukasi (APE) di salah satu rumah warga di Dukuh Kunden, Desa Jetiswetan, Pedan, Klaten, Senin (24/7/2017). (Cahyadi Kurniawan/JIBI/Solopos)

Usaha pembuatan alat peraga edukasi di Kunden Klaten bergantung pada kebijakan pemerintah.

Solopos.com, KLATEN — Parno, 48, warga Dukuh Kunden, Desa Jetiswetan, Kecamatan Pedan, Klaten, Senin (24/7/2017), memotong sebuah papan dengan gergaji. Dia memotong papan itu mengikuti garis yang membentuk bagian depan depan sebuah masjid.

Advertisement

Tangan Parno terampil menggerakkan papan supaya tak meleset. Satu bagian selesai dipotong. Ia lepas mata gergaji mirip kawat bendrat itu. Ia masukkan ke lubang yang ia buat sebelumnya untuk memotong pola lainnya. Mesin kembali menyala untuk kembali memotong papan. Satu tahap pembuatan Alat Peraga Edukasi (APE) selesai.

Aktivitas di Kampung Kunden pagi itu lebih beragam. Seorang perempuan muda terlihat sedang mengampelas, seorang lainnya mengecat dengan kuas atau seorang pria bermasker mengecat papan menggunakan air brush. Di rumah lainnya, seorang nenek-nenek mengemasi balok warna-warni bergambar huruf ke dalam plastik.

Advertisement

Aktivitas di Kampung Kunden pagi itu lebih beragam. Seorang perempuan muda terlihat sedang mengampelas, seorang lainnya mengecat dengan kuas atau seorang pria bermasker mengecat papan menggunakan air brush. Di rumah lainnya, seorang nenek-nenek mengemasi balok warna-warni bergambar huruf ke dalam plastik.

“Baru pekan lalu saya kirim barang [APE] ke Jambi. Totalnya Rp57 juta,” ujar Parno, membuka pembicaraan. Ia menceritakan ada 32 jenis alat peraga yang ia kirim seperti balok PDK, boneka keluarga, bonek profesi, boneka hewan.

“Satu set isinya ada enam buah. Kalau boneka profesi misalnya ada tentara, perawat, guru, pilot, polisi, dan dokter,” lanjut dia.

Advertisement

“Bikinnya saya bagi dengan tiga pengrajin lain. Kalau sendirian jelas enggak mampu,” tutur dia, seusai mematikan mesin gergajinya.

Saat ini, pasar produk APE sedang ramai apalagi sejumlah anggaran proyek pengadaan APE baru saja bergulir di banyak daerah. Banjir pesanan diperkirakan hingga Desember saat tutup buku anggaran. “Kalau ramai, sepekan bisa dapat omzet Rp13 juta. Kalau sepi ya Rp2 juta,” ungkap Parno.

Rp5 Miliar/Tahun

Advertisement

Ketua RW 006, Dukuh Kunden, Jetiswetan, Sugiarto Brotoatmojo, 50, mengaku pernah mengirim pesanan ke Lampung senilai Rp250 juta. Di Soloraya, order biasanya dilakukan oleh sales secara door to door ke TK atau PAUD.

“Pernah juga ada pengrajin dapat order Rp1 miliar. Pengerjaannya dibagi ke pengrajin sekampung,” beber Harto, panggilan akrabnya. Ia menyebut setidaknya total transaksi di kampung itu mencapai Rp5 miliar per tahun.

Kampung itu memproduksi 150 item APE. Seluruhnya diproduksi menggunakan bahan baku lokal. Dari 54 pengrajin, baru 3 pengrajin yang berizin dan ber-SNI. Sisanya, mereka adalah produsen di level home industry.

Advertisement

“Order kami masih bergantung pada pemerintah. Semakin pemerintah peduli pada pendidikan di TK dan PAUD, semakin besar anggaran. Order kami makin besar pula,” tutur dia, terkekeh.

Pemenuhan order, lanjut dia, menjadi tantangan khusus menjalani bisnis kreatif ini. Jumlah pemuda disebut-sebut sedikit dan tak berminat menggeluti bisnis. Tak jarang, ia mengambil produk mentah atau setengah jadi ke Desa Gombang, Trucuk.

Modal juga masih menjadi kendala klasik yang menghantui pengajin-pengrajin Kunden. “Kalau ada koperasi tentu bantuan dan dukungan pemerintah lebih mudah didapat. Di sini ada koperasi tapi jalan di tempat,” ujar dia.

Tersendatnya koperasi diduga karena pengurusnya merupakan pengrajin yang juga sibuk mengurus usaha. Di sini lain, disparitas kualitas dan harga antarpengrajin disebut-sebut menjadi persoalan utama kenapa pengrajin enggan bergabung koperasi.

Terpisah, Kepala Desa Jetiswetan, Haris Dwiyanto, menuturkan kampung kreatif di Kunden, menurut rencana, akan diintegrasikan ke Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Amanah milik desa. I

a menyebut bisnis miliran rupiah dari produksi APE perlu wadah yang lebih kuat untuk pengembangannya. “Realisasinya nanti menunggu kesiapan pengrajin. Kami baru saja dengar pendapat dengan pengrajin soal rencana integrasi ini,” ujar dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif