SOLOPOS.COM - Warga menunjukkan kompleks makam yang ada di Girpasang, Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Selasa (21/2/2023). (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com Stories

Solopos.com, KLATEN — Dukuh Girpasang, Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Klaten, memiliki beragam keunikan selain lokasinya yang terpencil di lereng Gunung Merapi dan diapit dua jurang. Warga kampung tersebut hingga kini teguh menjaga tradisi yang diwariskan leluhur mereka.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Begitu pula dengan pesan dari nenek moyang mereka. Salah satunya terkait makam. Tak satu pun warga berusia dewasa yang meninggal dunia dimakamkan di Girpasang. Warga berumur dewasa yang meninggal dunia dimakamkan di kompleks makam di luar kampung.

Satu-satunya makam di kampung itu hanya dikhususkan untuk bayi yang meninggal dunia. Lokasi makam bayi itu tepat berada pada ujung kampung di tepi jurang tak jauh dari pintu jembatan gantung dari sisi Dukuh Girpasang. Saat ini ada 70 makam bayi dan anak-anak di lokasi tersebut.

Sekilas lahan untuk makam tersebut tak terlihat seperti makam pada umumnya. Lokasinya di lereng dikeliling kebun sayur. Tak ada nisan di atas puluhan makam tersebut. Hanya ada satu makam diberi nisan berupa batu andesit.

Nisan itu menandai makam anak yang pertama dikuburkan di dukuh terpencil Girpasang, Kemalang, Klaten. Salah satu tokoh masyarakat Girpasang, Giyanto, 50, menjelaskan hanya bayi serta anak-anak yang belum akil balig yang boleh dimakamkan di Girpasang.

Hal itu sesuai pesan dari leluhur sekaligus cikal bakal Girpasang, Ki Truno Sono. Pesan itu tetap dijaga hingga kini. Asal usul makam bayi itu bermula ketika pada zaman dulu terjadi krisis pangan di mana-mana. Rasa belas kasih memantik leluhur kampung itu mengajak temannya yang kesulitan pangan untuk datang ke Girpasang.

kampung terpencil girpasang klaten
Suasana Dukuh Girpasang, Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Klaten, Selasa (21/2/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Selama di Girpasang, anak teman leluhur yang berumur belasan tahun mengalami sakit hingga meninggal dunia. Anak tersebut kemudian dimakamkan di kampung tersebut.

Menjaga Girpasang Tetap Suci

Sejak saat itu, leluhur desa menyampaikan pesan agar hanya bayi serta anak-anak yang boleh dimakamkan di Girpasang. “Cikal bakal kampung, Mbah Truno Sono juga dimakamkan di luar kampung. Lokasinya di dekat SD [Tegalmulyo],” kata Giyanto saat ditemui Solopos.com di rumahnya, Selasa (21/2/2023).

Kompleks makam khusus bayi itu terus dirawat oleh warga di dukuh terpencil Girpasang, Klaten. Saban malam Jumat, warga berziarah ke makam itu sekaligus membersihkan kompleks makam. “Selama ini saya hanya mengetahui ada tiga bayi yang dimakamkan di sana,” kata Giyanto.

Ada makna di balik pesan leluhur terkait makam khusus bayi itu. Leluhur kampung berpesan agar Girpasang tetap suci, terhindar dari marabahaya serta berbagai kegiatan-kegiatan yang tak sesuai norma.

Meski mulai akrab dengan modernisasi seiring kian mudahnya akses ke kampung itu, warga Girpasang tetap menjaga tradisi ritual yang diwariskan para leluhur maupun tradisi masyarakat Jawa pada umumnya. Tradisi seperti apeman tetap digelar saban Jumat Legi.

Warga berkumpul di salah satu rumah kemudian menggelar doa bersama dan menikmati kue apam yang sebelumnya mereka bawa dari rumah masing-masing. Pada Jumat Legi kali ketujuh, hidangan yang mereka bawa berbeda. Mereka membawa nasi golong, nasi yang dibentuk bola, beserta olahan sayuran hasil bumi.

Tradisi itu dimaksudkan warga sebagai ungkapan syukur atas limpahan rezeki yang diterima warga dari hasil bertani. Tradisi itu juga berisi harapan dan doa kepada Yang Maha Kuasa agar warga Girpasang selalu terhindar dari marabahaya termasuk ancaman erupsi Gunung Merapi.

dukuh terpencil girpasang klaten
Suasana Dukuh Girpasang, Tegalmulyo, Kemalang, Klaten, Selasa (21/2/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Dukuh Girpasang, Klaten, yang terpencil itu berjarak sekitar 4 km dari puncak gunung tersebut. Tradisi itu juga dilakukan warga sebagai bentuk menjaga kerukunan komunitas kecil di punggung bukit lereng Merapi tersebut.

Tradisi Selamatan Jual Ternak

Tradisi lain yakni selamatan ketika warga ingin menjual ternak. Warga yang akan menjual ternak mereka bakal menggelar memetri. Hidangan yang disajikan pun beragam tergantung taksiran harga jual ternak.

Jika harga ternaknya mahal, warga pemilik ternak akan menyajikan ayam ingkung. Ritual itu dilakukan warga diisi harapan agar ternak mereka tetap sehat dan selamat ketika dibawa dari kampung menuju tempat penjualan.

Tradisi itu dilakukan karena sebelumnya warga harus membawa ternak melintasi jalur ekstrem berupa jalan setapak di tepian tebing. Meski kini sudah ada jembatan gantung, warga tetap melestarikan tradisi tersebut.

Berbagai tradisi ritual Jawa pun hingga kini masih dilestarikan warga dukuh terpencil Girpasang di Kemalang, Klaten, itu. Seperti bersih desa, maulidan, wiwitan, dan lain-lain. Giyanto mengatakan tradisi-tradisi itu bakal terus dilestarikan warga Girpasang hingga masa-masa mendatang.

Ketua RT 007/RW 002, Dukuh Girpasang, Gino, 38, menjelaskan saat ini Girpasang dihuni 11 keluarga yang terdiri dari 35 jiwa. Mereka tinggal di sembilan rumah. Gino menjelaskan mayoritas warga Girpasang memiliki mata pencaharian sebagai petani.

Ia membenarkan hingga kini warga tetap menjaga tradisi warisan leluhur. Girpasang dikenal sebagai kampung terpencil di lereng Merapi. Kampung itu berada pada punggung bukit di antara dua jurang.

Sebelumnya, satu-satunya akses keluar-masuk kampung itu berupa jalan setapak yang meliuk-liuk di dinding tebing. Kini, akses keluar-masuk ke Girpasang lebih mudah setelah dibangun jembatan gantung. Meski begitu, jalan setapak di dinding tebing tetap dirawat serta dimanfaatkan warga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya