Soloraya
Senin, 4 Oktober 2021 - 18:34 WIB

Uniknya Berburu Madu di Hutan Tunggangan Hingga Alas Karet Sragen

Tri Rahayu  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sebuah glodok lebah madu milik Agus Widoyo, Warga Sambi Lenguk, Jetis, Sambirejo, Sragen, yang dipasang di sebuah pohon di Hutan Gunung Tunggangan, Sambirejo, Sragen, belum lama ini. (Istimewa/Agus Widoyo)

Solopos.com, SRAGEN — Hutan Gunung Tunggangan yang merupakan hutan suaka marga satwa terbesar di Jawa Tengah masih terjaga kelestariannya. Para warga di pinggiran hutan yang terletak di wilayah Jetis, Sambirejo, Sragen hingga ke kaki Gunung Lawu memanfaatkan hutan itu sebagai sumber pakan ternak.

Agus Widoyo, seorang warga yang tinggal di Dukuh Sambi Lenguk, Jetis, memanfaatkan hutan di perbatasan Sragen-Karanganyar itu sebagai sumber tambahan penghasilan selama masa pandemi. Agus berburu madu di hutan itu dengan memasang glodok yakni potongan batang pohon kelapa yang telah dilubangi.

Advertisement

Dia memotong batang pohon kelapa sepanjang 70 cm. Batang pohon itu dibelah jadi dua bagian dan di bagian tengahnya dilubangi. Potongan dua kayu kelapa itu kemudian disatukan kembali dan diikat dengan tali dan dipasang di hutan. Glodok itu berfungsi sebagai sarang lebah madu hutan.

Baca Juga: Jelang Pembahasan UMK 2022, Dewan Pengupahan Sragen Dirombak

Advertisement

Baca Juga: Jelang Pembahasan UMK 2022, Dewan Pengupahan Sragen Dirombak

Agus memulai berburu madu hutan sejak 2019. Dia fokus memperbanyak glodok sejak pandemi Covid-19 karena pekerjaannya juga sepi. Biasanya Agus bertugas sebagai penjaga pemandian air hangat di Ngunut, Sambilenguk.

“Berburu madu hutan menjadi pekerjaan sampingan. Saya memiliki 25 glodok yang dipasang di hutan. Baru 15 glodok yang sudah terisi lebah madu sedangkan yang 10 glodok masih kosong. Saya hanya memancing lebah itu untuk bersarang di glodok itu. Di glodok itu tidak diberi apa pun. Hanya dengan berdoa kepada Allah, ternyata ada glodok yang terisi,” ujar Agus saat dihubungi Solopos.com, Senin (4/10/2021).

Advertisement

Baca Juga: Technopark Sragen Mulai Sepi Pasien, Nakes Senang Tapi Mulai Jenuh

“Saya tidak berani masuk hutan terlalu dalam. Saat saya merumput siang hari, saya pernah melihat ada macan berlari masuk hutan. Macan itu setinggi kambing betina yang sedang bunting. Warna macannya loreng. Sejak melihat itu, saya tidak berani masuk hutan terlalu dalam,” ujarnya.

Panen di Malam Hari

Agus biasanya panen madu malam hari. Ia tak berani panen siang hari karena takut disengat lebah hutan. Saat panen, glodok diambil dan dibawa ke rumah.

Advertisement

Selain Agus, ada warga Dawung, Sambirejo, Jono, yang juga berburu madu hutan tetapi lokasinya berpindah-pindah. Jono memiliki seratusan glodok yang dibuat kotak-kotak dari papan kayu.

Baca Juga: Selalu Kekurangan Murid, SDN Jabung 1 Sragen Akhirnya Ditutup

Jono berburu madu dengan cara pindah-pindah tempat menyesuaikan musimnya. Jenis lebahnya sudah bersarang di glodoknya sehingga bisa dibawa ke mana-mana. Permindahan glodok itu harus di malam hari, saat lebah-lebah itu sudah masuk sarang semua. Lebah di glodok-glodok milik Jono itu memang sengaja diternak, berbeda dengan lebar liar di Hutan Gunung Tunggangan.

Advertisement

Salah satu pelanggan asal Jambeyan, Sambirejo, Sragen, yani Sugiyono, 43, mengaku sering kulakan madu kepada Jono. Ia membeli lima liter madu. Sugiyono membagi madu-madu itu ke dalam botol-botol seukuran botol sirup.

“Biasanya saya beli sembilan kilogram madu kemudian saya masukan botol menjadi tujuh botol. Setiap botolnya saya jual Rp150.000-Rp200.000 per botol. Harga madu itu tergantung jenis madunya. Kalau madu kelengkeng lebih mahal bisa di atas Rp300.000 per botol. Biasanya setiap panen itu selama 14 hari tetapi ada yang kurang dari 14 hari,” ujarnya.

Baca Juga: Siap-Siap, Museum Sangiran Segera Dibuka Lagi dengan Prokes Ketat

Sugiyono menerangkan jenis lebah yang dibudidayakan Jono itu jenis lebah malievera yang mampu memproduksi madu dalam jumlah banyak. Setiap glodok ada ratunya dengan prajurit lebah pekerja mencapai ratusan ekor atau bahkan ribuan ekor per glodok.

“Biasanya kirimnya ke Jawa Timur. Sekali kirim itu bisa sampai 2 kuintal madu. Sekali musim itu bisa sampai dua bulan. Setiap panen itu bisa mendapatkan 50 kg,” katanya.

Dia mengatakan Jono itu berburu madu bisa sampai Purwodadi, Bandungan, Karanganyar, Ngawi, dan seterusnya. Dia mengungkapkan posisi glodoknya sekarang ada di alas karet Kedawung karena sekarang baru musim madu karet.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif