SOLOPOS.COM - Warga mengikuti prosesi arak-arakan dan pembakaran ogoh-ogoh di Ngaru-aru, Banyudono, Boyolali, Minggu (10/3/2024). (Solopos.com/Nimatul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI—Upacara Mecaru dan pawai ogoh-ogoh menjelang Hari Raya Nyepi digelar umat Hindu di wilayah Ngaru-Aru, Banyudono, Boyolali, Minggu (10/3/2023) malam.

Upacara menyambut Nyepi tersebut dimulai dengan berdoa bersama di Pura Bhuana Suci Saraswati Desa Ngaru-Aru oleh seratusan umat Hindu setempat.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Setelah berdoa, puluhan pemuda mengangkat satu ogoh-ogoh raksasa berwarna cokelat yang telah disiapkan di depan pura. Setelah diangkat, ogoh-ogoh segera diarak menuju Kantor Kecamatan Banyudono yang berjarak sekitar 1,5 kilometer.

Arak-arakan tersebut dimulai dari belasan pemuda Umat Hindu pembawa obor, diikuti pemuda pembawa ogoh-ogoh, selanjutnya pembawa musik gamelan. Setelahnya, terdapat iringan ratusan umat Hindu.

Setelah diarak dalam kirab menuju kantor kecamatan, ogoh-ogoh setinggi empat meter tersebut kembali diarak menuju Pura Bhuana Suci Saraswati, Banyudono, Boyolali, untuk dibakar.

Sebelum sampai di pura, ogoh-ogoh tersebut diputar-putarkan dan menjadi tontonan warga dan pengendara yang melintas di jalan raya Pengging.

Sesampai di gapura pura samping jalan raya Pengging, puluhan pemuda tersebut tetap berputar sambil memegang ogoh-ogoh tersebut.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kecamatan Banyudono, Boyolali, Heru Kuncoro, mengungkapkan makna pembakaran ogoh-ogoh diharapkan ketika esok hari memasuki dunia brata penyepian bisa bersih.

“Dalam konsep nyepi, ogoh-ogoh itu simbol dari kejahatan dan energi buruk yang harus dimusnahkan karena akan mengganggu baik alam yang besar atau makrokosmos dan  dalam diri manusia atau mikrokosmos sehingga harus dimusnahkan dan dibakar agar nyepinya bisa selamat,” terang Heru.

Ogoh-ogoh yang diarak dalam pawai menyambut Hari Raya Nyepi di Banyudono, Boyolali, tersebut dibuat sejak awal Januari 2024 dan selesai beberapa hari sebelum pelaksanaan arak-arakan. Pembuatan ogoh-ogoh dilaksanakan oleh pemuda Hindu setempat dan menghabiskan biaya sekitar Rp6 juta.

Lebih lanjut, Heru menjelaskan jalur arak-arakan ogoh-ogoh sama dengan tahun lalu yaitu dari pura, kantor kecamatan, dan kembali ke pura. Namun, sebenarnya ada rencana arak-arakan berjalan hingga Alun-alun Pengging. Hal tersebut tidak jadi karena dikhawatirkan ogoh-ogoh akan mengenai kabel-kabel yang ada.

“Jadi ogoh-ogohnya kan tingginya empat meter, ditambah kalau ditandu para pemuda, tingginya bisa lima meter. Jadi untuk keamanan, kami hanya sampai kantor kecamatan saja,” kata dia.

Lebih lanjut, Heru mengungkapkan rangkaian upacara Hari Raya Nyepi diawali dengan melasti atau mendak tirta. Kemudian mecaru dan kirab serta pembakaran ogoh-ogoh hingga malam sebelum Nyepi. Kemudian pelaksanaan catur brata penyepian.

“Jadi selama 24 jam, satu hari, kami dilarang menyalakan api, dilarang bekerja, dilarang bepergian, dan dilarang bersenang-senang. Kami fokus satu hari satu malam untuk merenung dan memuja Tuhan agar ke depannya kami bisa selamat,” jelas dia.

Kegiatan pawai atau arak-arakan ogoh-ogoh di Ngaru-Aru, Banyudono, Boyolali, tersebut, sebut Heru, tak hanya melibatkan umat Hindu Desa Ngaru-aru, tapi juga pemuda setempat yang beragama lain. Beberapa anggota pemuda beragama Islam juga terlihat mengikuti arak-arakan.

Sementara itu, pemuda Islam Ngaru-aru, Putri Ginting Lestari, 26, mengaku ikut arak-arakan sebagai upaya membantu sesama dan toleransi. Selain itu, Ginting menjelaskan karang taruna atau pemuda Ngaru-aru memang telah terbiasa saling ikut membantu saat upacara keagamaan.

Menurutnya ada puluhan pemuda Ngaru-aru dengan agama berbeda-beda yaitu Islam, Hindu, dan Kristen yang ikut dalam kegiatan itu.

Sebelumnya, direncanakan pemuda selain Hindu membantu membawa obor sama seperti perayaan kirab ogoh-ogoh pada 2023, akan tetapi karena dirasa pemuda Hindu yang datang banyak, tugas tersebut kembali diserahkan kepada mereka. Walau begitu, para pemuda non-Hindu juga mengikuti kirab.

“Sebelumnya dari Umat Hindu meminta bantuan kepada karang taruna untuk membantu penyelenggaraan arak-arakan ogoh-ogoh ini,” jelasnya.

Saling membantu walau berbeda agama tersebut telah menjadi kesepakatan para pemuda setempat. Ginting mencontohkan saat Salat Id Lebaran, gantian pemuda umat Hindu dan Kristen yang mengamankan jalannya salat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya