SOLOPOS.COM - Ilustrasi kerusuhan Mei 1998 di Plasa Singosaren (JIBI/SOLOPOS/Dok)

Solopos.com, SOLO–Akademisi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Akhmad Ramdhon, mengatakan memorialisasi peristiwa kerusuhan Mei 1998 penting untuk merawat ingatan kejadian masa lampau.

“Merawat ingatan menjadi sangat penting karena kerusuhan 1998 menjadi penanda Solo pernah mengalami peristiwa yang kelam dan situasi yang tidak bisa dibayangkan,” ujar Ramdhon dalam Konsolidasi Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan 2023 oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) di Hotel Harris Solo, Kamis (7/12/2023) lalu.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Ramdhon menambahkan Komnas Perempuan juga menjadi bagian penting memorialisasi ini karena Komnas Perempuan merupakan putri sulung reformasi. Korban perempuan dalam kerusuhan Mei 1998 belum banyak disorot, sehingga menurut Ramdhon memorialisasi ini juga penting untuk mengungkap sisi lain kerusuhan tersebut.

Dia juga menyesali selama 25 tahun Orde Reformasi, isu perempuan dan gender tidak menjadi arus utama. Hal ini terlihat karena Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) baru ada setelah 20 tahun Orde Reformasi ada di Indonesia.

Menurut dia, merawat ingatan termasuk bagian penting dalam implementasi UU TPKS di Indonesia karena mengingat para korban perempuan dalam kerusuhan Mei 1998 belum sepenuhnya dilakukan.

Ramdhon merasa upaya tersebut akan mematri ingatan sehingga bisa merawat kemanusiaan di masyarakat Indonesia khususnya Solo sendiri. Catatannya menunjukkan bahwa korban perempuan dalam kerusuhan Mei 1998 sangatlah banyak dan belum sepenuhnya terungkap.

Para korban tersebut mengalami berbagai hal naas, mulai dari pemerkosaan hingga pembunuhan sadis. Banyak dari insiden pemerkosaan tersebut juga terjadi di publik saat kerusuhan terjadi, menguatkan betapa mengerikannya kejadian tersebut.

Ramdhon mengingatkan banyak saksi mata dan keluarga korban memilih menutup mulut saat diwawancara mengenai tingkat kejadian pemerkosaan saat kerusuhan Mei 1998 menunjukkan trauma serius dari peristiwa itu.

Komisioner Komnas Perempuan, Tiasri Wiandani, mengatakan memorialisasi kerusuhan Mei 1998 menjadi salah satu bentuk upaya mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia.

Aktivitas ini sendiri kali pertama digagas oleh Women’s Global Leadership Institute pada 1991 yang disponsori oleh Center for Women’s Global Leadership dan mulai dilakukan di Indonesia sejak 2001.

Setiap tahunnya, rangkaian Kampanye 16 HAKTP dilakukan sejak 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan hingga berujung pada 10 Desember sebagai peringatan Hak Asasi Manusia Internasional.

Rentang waktu tersebut dipilih dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan Hak Asasi Manusia (HAM), serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM.

“Memorialisasi juga penting untuk mencatat jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan selama kerusuhan Mei 1998,” tutur Tias saat diwawancara Solopos.com dalam kesempatan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya