Soloraya
Sabtu, 12 November 2011 - 08:00 WIB

Vastenburg dipastikan masih masuk kawasan bisnis

Redaksi Solopos.com  /  Nadhiroh  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Ilustrasi (Dok.SOLOPOS), HGB VASTENBURG-Benteng Vastenburg difoto dari lantai 2 Pusat Grosir Solo, Selasa (1/11). Hak Guna Bangunan (HGB) lahan benteng tersebut habis pada tahun 2012 mendatang dan para pemegang HGB telah mengajukan perpanjangan namun keputusannya masih menunggu kajian Pemkot mengenai tata guna lahan. (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

Solo (Solopos.com)–Kawasan Benteng Vastenburg dalam peraturan tentang rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) dipastikan masih sebagai kawasan bisnis dan perdagangan.

Advertisement

Kendati demikian, Pemkot tidak akan gegabah memberikan rekomendasi perpanjangan hak guna bangunan (HBG) di kawasan tersebut.

Baik Kepala Dinas Tata Ruang Kota (DTRK), Ahyani, maupun Sekretaris Daerah (Sekda) Solo, Budi Suharto, secara terpisah, Jumat (11/11/2011), dengan tegas mengatakan belum memberikan rekomendasi apapun terkait proses perpanjangan HGB yang diajukan lima pemegang hak, termasuk pemilik hak atas lahan di dalam tembok Benteng Vastenburg, Robby Sumampouw.

”Belum, kami belum memberikan rekomendasi apapun ke BPN (Badan Pertanahan Nasional-red),” kata Kepala DTRK, Ahyani, saat dihubungi Espos.

Advertisement

Begitu pula yang dikatakan Sekda, Budi Suharto. Ditemui di Balaikota, Jumat, Budi mengatakan soal perpanjangan HGB kawasan Vastenburg, sampai saat ini pihaknya masih terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait termasuk BPN, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jateng, dan akademisi di bidang penataan ruang kota.

Ditinjau dari Perda tentang RTRW, Budi mengakui kawasan itu memang masih sebagai kawasan bisnis dan perdagangan. Namun, permasalahannya di tempat itu juga ada cagar budaya yang mesti dilestarikan.

”Perlu diingat, itu kan sebuah kawasan, yang tidak hanya meliputi wilayah di dalam tembok benteng tetapi juga bangunan di sekitarnya. Kami ingin ada referensi yang jelas. Kami tidak berani gegabah,” jelas Budi.

Advertisement

Referensi dimaksud, lanjut Budi, diharapkan lebih mengacu pada asas kemanfaatan dan peruntukan bangunan di kawasan itu. Tidak boleh hanya berpikir dalam kerangka kepentingan, tetapi manfaatnya bagi masyarakat luas.

Karena itulah, Budi mengatakan andai pengajuan perpanjangan HGB itu ditolak, mestinya tidak lantas membuat orang berpikir bangunan yang ada harus dirobohkan.

(shs)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif