SOLOPOS.COM - KP Dani Nur Adiningrat, Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Kasunanan Surakarta yang juga dipasrahi untuk mengawasi Sasana Pustaka Keraton. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Aksi Rara Istiani Wulandari, sang pawang hujan saat ajang MotoGP Indonesia di Sirkuit Mandalika, Lombok, akhir pekan lalu, membuat heboh hingga viral di media sosial. Bahkan media-media internasional turut memberitakan aksi perempuan pawang hujan tersebut.

Namun, tahukah Anda? Tenaga pawang hujan termyata tidak pernah dipakai di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Keraton Kasunanan tidak pernah menggunakan jasa atau tenaga pawang hujan untuk menangkal maupun mencegah hujan.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Mereka menggunakan pusaka-pusaka untuk menangkal maupun mendatangkan hujan sesuai kebutuhan. Informasi tersebut disampaikan Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, KP Dani Nur Adiningrat, saat diwawancarai Solopos.com, Selasa (22/3/2022) siang.

Baca Juga: Berburu Barang Antik di Sekitar Alut Keraton Solo, Ada Apa Saja Ya?

“Keraton Solo itu secara resmi tidak pernah menggunakan pawang hujan atau abdi dalem yang diutus untuk pawang hujan. Akan tetapi Keraton ada pusaka yang digunakan untuk kepentingan itu. Pusaka itu kan isinya doa, digunakan untuk menangkal, menggeser hujan,” ujarnya.

Namun Dani tidak bisa menjelaskan jenis, bentuk, nama maupun jumlah pusaka Keraton Solo yang biasa dipakai untuk menangkal maupun mengundang hujan. Sebab banyak hal di Keraton yang tidak bisa diceritakan secara gamblang ke publik dengan pertimbangan banyak hal.

Padamkan Kebakaran

Dani hanya bercerita pusaka Keraton Solo pernah dipakai untuk mengundang hujan ketika terjadi kebakaran beberapa waktu lampau. “Di naskah yang pernah saya baca ada yang pernah digunakan untuk nyirep itu [kobaran api] dengan memanggil hujan,” sambungnya.

Baca Juga: Sejarah Benteng Vastenburg: Saksi Bisu Tekanan Belanda ke Keraton Solo?

Tapi Dani lupa kapan persisnya kebakaran tersebut terjadi. Sedangkan pusaka untuk menangkal atau menyingkirkan hujan, menurut Dani, dipakai ketika ada upacara-upacara khusus Keraton Solo. Ia menjelaskan pusaka-pusaka tersebut merupakan warisan para leluhur.

Karenanya, Dani melanjutkan, dari segi eksistensi, pusaka-pusaka itu sudah berusia ratusan tahun. “Pusaka-pusaka tersebut adalah warisan dari leluhur-leluhur atau raja-raja sebelumnya. Jadi pusaka itu sudah diwariskan turun temurun. Masih disimpan di Keraton,” katanya.

Baca Juga: Aksi Rara di Mandalika Viral, Ini Kata Pawang Hujan di Semarang

Ihwal cara penggunaan pusaka untuk menangkal atau mengundang hujan, menurut Dani, biasanya ada uba rampe yang disiapkan. Namun penggunaan pusaka-pusaka itu harus atas perintah dari Raja atau SISKS Paku Buwono (PB) XIII. “Biasanya atas dawuh Raja,” ungkapnya.

Dani menjelaskan pusaka-pusaka Keraton Solo dibuat oleh para empu yang berisi doa atau mantra khusus. Tidak sembarangan dalam membuat pusaka-pusaka tersebut. “Semua pusaka itu sebetulnya doa. Dari bentuknya, dapurnya, pamor, isi, juga memaknai doa,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya