SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pelajar Sekolah Dasar (SD) (Solopos/Whisnupaksa)

Solopos.com, WONOGIRI — Keterbatasan anggaran disebut menjadi salah satu kendala SD negeri di Wonogiri sulit berinovasi. Padahal, inovasi penting agar SD negeri tetap bisa relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Tanpa inovasi berupa program-program pembelajaran yang dibutuhkan dan diminati siswa, sekolah jadi kurang diminati sehingga kekurangan murid. Jika SD kekurangan murid, anggaran yang didapatkan dari pemerintah untuk peningkatan sarana dan prasarana juga minim.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Lingkaran persoalan itu menjadi penyebab banyak SD di Kota Sukses sulit berkembang. Hal itu berbeda dengan SD swasta yang memiliki keleluasaan untuk mengatur keuangan karena bisa menarik iuran orang tua sehingga bisa mengembangkan sarana dan prasarana.

Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Wonogiri, Gino, mengatakan sudah mendorong semua SD negeri di Wonogiri untuk berinovasi. Sekolah diminta bisa tetap relevan dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat.

Dengan begitu, masyarakat memiliki kepercayaan kepada sekolah. Tetapi, kata dia, banyak SD negeri cukup sulit menelurkan inovasi karena terbentur dengan keterbatasan anggaran. Terutama SD yang jumlah siswanya sedikit.

Dia menjelaskan selama ini kegiatan operasional sekolah ditopang dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler dan BOS daerah. Besaran nilai BOS bergantung pada jumlah siswa di sekolah. Semakin banyak siswa, BOS yang didapatkan sekolah semakin banyak, begitu juga sebaliknya.

“SD yang memiliki murid sedikit anggaran operasional juga sedikit. Misal SD itu punya program, katakanlah program tahfiz Al-Qur’an sesuai dengan yang diinginkan banyak orang tua. Belum tentu guru di sana mampu. Maka, sekolah perlu merekrut orang yang ahli dalam bidang itu. Itu keluar biaya. Sementara anggaran yang dimiliki terbatas. Sudah digunakan untuk program prioritas. Jadi ya sulit,” kata Gini saat berbincang dengan Solopos.com di Kantor Disdikbud Wonogiri, Kamis (6/7/2023).

Dana BOS

Gino memaparkan besaran BOS reguler dari APBN untuk SD di Wonogiri mencapai Rp960.000 siswa/tahun. Sedangkan BOS daerah senilai Rp204.000-Rp304.000 per siswa per tahun. “Untuk BOS daerah, semakin sedikit siswa, nilai bantuan per siswa lebih banyak. Hal itu untuk membantu menopang operasional sekolah,” ujarnya.

Perlu diketahui, sekolah yang menerima BOS adalah sekolah yang menyelenggarakan pendidikan gratis. Sekolah tidak boleh memungut atau menarik iuran orang tua. 

Dia melanjutkan kondisi berbeda dialami SD swasta. Sekolah-sekolah itu punya keleluasaan untuk mengatur keuangan secara mandiri karena sumber anggaran mereka dari iuran orang tua dan yayasan.

Mereka bisa dengan mudah menganggarkan program-program yang dinilai relevan dengan kebutuhan siswa atau orang tua siswa. Sebenarnya, Gino menambahkan SD negeri di Wonogiri bisa mendapatkan dana operasional selain dari BOS, yaitu bersumber dari pihak ketiga.

“Misalnya alumni atau dari program CSR [corporate social responsibility]. Ini pintar-pintarnya sekolah membangun komunikasi dengan pihak ketiga itu,” ucap Gino.

Kepala Disdikbud Wonogiri, Sriyanto, menambahkan keterbatasan anggaran memang menjadi salah satu hambatan SD negeri berkembang dan menelurkan inovasi. Tetapi hal itu seharusnya bukan menjadikan SD negeri menyerah untuk tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Dia mencontohkan di beberapa kecamatan ada SD negeri di pinggiran namun tetap bisa berinovasi dan dipercaya masyarakat antara lain SDN 1 Pelem, Jatisrono, dan SDN 2 Nambangan, Selogiri.

Menurut Sriyanto, dua sekolah itu semula bukan sekolah yang memiliki banyak siswa. Tetapi setelah sekolah berinovasi dengan cara berkolaborasi dengan orang tua siswa, sekolah itu mendapatkan kepercayaan masyarakat.

Sekolah Rujukan

“Misalnya di SDN II Nambangan, setiap hari, orang tua pada jam istirahat siswa pergi ke sekolah untuk mengantarkan makanan. Setelah itu mereka berkomunikasi dengan guru-guru. Sekolah sangat terbuka. Orang tua juga bisa langsung mengawasi pembelajaran siswa,” jelas dia.

Sriyanto bakal mendorong sekolah-sekolah untuk mencontoh sekolah rujukan yang ditunjuk Disdikbud. Sekolah rujukan itu tidak selalu sekolah favorit di satu kecamatan. Tetapi sekolah yang memang mampu berinovasi dan berhasil membangun kepercayaan masyarakat. 

Kepala Sekolah SDN 1 Keloran, Selogiri, Wonogiri, Sarmin, membenarkan keterbatasan anggaran menjadi salah satu kendala SD negeri yang sedikit siswa dalam menciptakan program-program belajar di luar mata pelajaran atau akademik.

Sekolah yang ia pimpin sudah mengadakan survei terkait apa yang dibutuhkan siswa dan orang tua terhadap sekolah. Dalam survei itu, para orang tua menginginkan anaknya mendapatkan pembelajaran selain mata pelajaran, baik seni, olahraga, atau agama.

“Anggaran kami terbatas untuk menghadirkan guru seni, misalnya guru tari seperti sekolah yang saya pimpin sebelumnya, di Krisak Selogiri,” ujar dia.

Dengan jumlah siswa sekitar 20 anak, SDN 1 Keloran itu memiliki dana operasional sedikit. Menurut dia, sekolah hanya bisa mampu untuk menyediakan fasilitas atau program prioritas.

“Tetapi kalau urusan pelayanan, saya kira semua SD sama. Kami sudah memberikan pelayanan sudah sesuai kebutuhan siswa,” kata Sarmin kepada Solopos.com, Kamis sore.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya