SOLOPOS.COM - MENGERING--Kondisi waduk Botok di Kecamatan Kedawung mengering sejak awal Mei 2012 lalu. (Tri Rahayu/JIBI/SOLOPOS)


MENGERING--Kondisi waduk Botok di Kecamatan Kedawung, Sragen mengering sejak awal Mei 2012 lalu. Debit air di waduk itu tinggal 5% dari volume waduk sebanyak 513.540 m3. Foto diambil, Selasa (22/5/2012). (Tri Rahayu/JIBI/SOLOPOS)

SRAGEN–Dua buah waduk dari tujuh waduk di Sragen mulai mengering sejak awal Mei lalu, yakni Waduk Botok dan Waduk Brambang di wilayah Kecamatan Kedawung. Volume air Waduk Botok susut sampai 95% sementara Waduk Brambang sudah mengering.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Mengeringnya dua waduk tersebut disebabkan intensitas hujan berkurang, sedangkan kebutuhan air bagi tanaman padi di bawahnya mencapai 600-700 liter/detik per hari.

Pengelola Waduk Botok dari Balai Pengelola Sumber Daya Air (BPSDA) Jateng, Sumaryono, saat dijumpai Solopos.com, Selasa (22/5/2012), menerangkan selalu memantuan debit air Waduk Botok setiap hari dengan menggunakan piesometer, sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui kedalaman air dari permukaan tanah di tubung bendung.

Menurut Sumaryono, BPSDA memasang 17 unit piesometer di sekitar Waduk Botok. Berdasarkan hasil pantuan Sumaryono, volume air di waduk itu tinggal 5% atau susut 95%. Ketinggian air di waduk, kata dia, tinggal satu meter dengan volume 36.750 m3. Padahal ketinggian normal waduk ini mencapai tujuh meter.

“Curah hujan yang rendah berakibat pada mengeringnya waduk. Volume waduk yang mampu menampung 513.540 m3 ternyata tinggal 5%. Pada tahun lalu pada Mei seperti ini air masih cukup untuk kebutuhan petani dan baru mulai kering pada akhir Juni. Tapi sekarang akhir Mei sudah mengering,” tambah Sumaryono yang bertugas sejak 2008 di Waduk Botok.

Irigasi Bergilir
Waduk Botok ini mampu memasok kebutuhan air bagi areal pertanian seluas 2.488 hektare yang menyebar di 16 desa di Kecamatan Kedawung. Dengan debit air yang minim, terang dia, pengelola harus bisa membagi air secara merata agar tanaman padi ribuan hektare itu tak gagal panen.

“Kami menggunakan sistem irigasi bergilir setiap satu jam sekali dengan debit air 740 liter/detik per hari. Kami optimistis tanaman padi yang hampir panen itu bisa diselamatkan menggunakan sistem itu,” ujarnya.

Petugas Pintu Air (PPA) Waduk Botok, Sutrisno, menambahkan tingkat kebocoran air di waduk ini masih tinggi. Meskipun BPSDA sudah menggelontorkan anggaran untuk perbaikan waduk pada 2011, paparnya, kebocoran air masih relatif tinggi. Saat elevasi air nomal, sambung dia, tingkat kebocoran waduk mencapai 350 liter/detik per hari.

“Padahal pintu sudah ditutup rapat. Hingga kini, saat elevasi air tinggal satu meter tetap terjadi kebocoran air. Namun volume air yang bocor relatif berkurang, yakni 100-200 liter/detik per hari. Petugas BPSDA di waduk ini sudah mengusulkan perbaikan kebocoran waduk untuk kali kedua,” tuturnya.

Menurut dia, kondisi serupa juga terjadi di Waduk Brambang yang berjarak sekitar satu kilometer dari Waduk Botok. Volume air di waduk itu sudah tak bisa dialirkan untuk kebutuhan irigasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya