SOLOPOS.COM - Peziarah duduk di depan makam Raden Ayu Kusuma Narsa, istri Raja Amangkurat IV dari Kerajaan Mataram Islam sekaligus nenek Pangeran Sambernyawa di Sendang Ijo, Selogiri, Wonogiri. Foto diambil Jumat (19/5/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Makam tua di Desa Sendang Ijo, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, memiliki nilai sejarah yang tinggi dan menjadi bukti sejarah peradaban Mataram Islam di Kota Sukses. Sosok yang dimakamkan di makam tersebut bernama Raden Ayu Kusuma Narsa.

Ia tak lain adalah istri dari Amangkurat IV, raja Mataram Islam yang berpusat di Kartasura. Dari perkawinan Raden Ayu Kusuma Narsa dengan Amangkurat IV lahir Pangeran Mangkunegara, ayah dari Raden Mas Said yang kemudian menjadi adipati di Pura Mangkunegaran bergelar KGPAA Mangkunagoro I.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Seperti diketahui, lahirnya Kabupaten Wonogiri pada 19 Mei 1741 tidak bisa dilepaskan dari cerita perjuangan Raden Mas Said. Saat berjuang melawan penjajah Belanda, RM Said yang berjuluk Pangeran Sambernyawa menggunakan wilayah yang sekarang menjadi Kabupaten Wonogiri sebagai basis perjuangan.

Koordinator Pengawas Situs Mangkunegaran di Wonogiri, Mas Ngabehi Mulyanto, mengatakan Kusuma Narsa merupakan nenek atau eyang Raden Mas Said sekaligus istri Amangkurat IV, raja Mataram Islam yang berpusat di Keraton Kartasura.

Perkawinan Amangkurat IV dengan Kusuma Narsa ini melahirkan Mangkunegara, ayah dari Mangkunegara I atau Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyawa. Sebagai seorang eyang, Kusuma Narsa atau Raden Ayu Kilen turut berperan dalam perang gerilya Raden Mas Said melawan pasukan Belanda.

“Kusuma Narsa memberikan pusaka dhuwung [keris] kepada cucunya, Raden Mas Said, yang berangkat menuju Nglaroh [saat ini menjadi nama dusun di Desa Pule, Selogiri, Wonogiri] untuk berperang melawan Belanda,” kata Mulyanto saat ditemui Solopos.com di Pendapa Rumah Dinas Bupati Wonogiri, Jumat (19/5/2023).

Dia melanjutkan perang antara Pangeran Sambernyawa melawan Belanda di Wonogiri dilakukan selepas peristiwa Geger Pecinan di Keraton Kartasura pada 1740. Perang itu berlangsung selama 16 tahun mulai 1741-1757.

Penasihat Perang Pangeran Sambernyawa

Dalam perang itu posisi istri Raja Mataram Islam yang makamnya di Wonogiri itu menjadi penasihat sekaligus mengatur strategi. “Sebagai seorang istri raja, dia merupakan orang yang pinunjul [punya keunggulan] dalam berbagai bidang, termasuk strategi perang,” ujar dia.

Mulyanto menyampaikan dengan fisik yang sudah renta, Kusuma Narsa tak begitu lama ikut berperang bersama cucunya di Wonogiri. Mulyanto tak menyebutkan detail berapa lama eyang Pangeran Sambernyawa itu turut bergerilya di Wonogiri.

Kondisi fisik yang renta itu membuat dia jatuh sakit ketika sampai di wilayah Seneng, tak jauh dari Bengawan Solo di Wonogiri. Kondisi kesehatan Kusuma Narsa terus mengalami penurunan. Dia semakin sakit dan kritis.

Pada kondisi itu, Kusuma Narsa hendak kembali ke Kartasura melalui Bengawan Solo menaiki rakit bambu. “Waktu itu ia berpesan, kalau ndilalah dia meninggal di perjalanan, maka di situlah dia dimakamkan,” kata Mulyanto.

Pada saat itu, Kusuma Narsa yang menaiki rakit bambu meninggal di Dusun Keblokan, Desa Sendangijo. Saat ini makam Kusuma Narsa masih terjaga dan terawat dengan baik. Makam itu berada di dalam bangunan rumah.

Filolog Sraddha Institute, Rendra Agusta, mengatakan Raden Ayu Kusuma Narsa memiliki nama lain Raden Ayu Kilen atau Raden Ayu Sepuh. Dia merupakan anak dari Demang Nglaroh, Hadirejo, yang diperistri Amangkurat IV.

Peradaban sebelum Mataram Islam

Berdasarkan genealogi Dinasti Mataram dalam Sajarah Dalem yang ditulis Padmasusastra, Kusuma Narsa ini eyang kandung Mangkunagoro I melalui Mangkunegara Sepuh.

Menurut Rendra, jauh sebelum Raden Mas Said bergerilya di Wonogiri, daerah itu sudah ada peradaban yang berlangsung lama. Alasan Raden Mas Said memilih Wonogiri untuk menjadi tempat bergerilya juga karena dia sudah paham betul wilayah tersebut.

Selain eyangnya berasal dari wilayah itu, Wonogiri dulu sudah masuk dalam daerah kekuasaan Kartasura. “Sudah ada latar belakang historis kenapa Mangkunagoro I memilih Wonogiri jadi tempat pelarian. Karena dia sudah hafal betul medan di sana,” ucap dia.

Dia melanjutkan bahkan jauh sebelum masa Kartasura, Wonogiri sudah terdapat peradaban di dekat Bengawan Solo. Hal itu terbukti dari ditemukannya Prasasti Telang yang berangka tahun 903 di pinggir Bengawan Solo, Desa Wonoboyo, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri.

Prasasti itu oleh Maharaja Dyah Balitung. Prasasti itu berisi tentang desa perdikan di tepi Bengawan Solo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya