SOLOPOS.COM - Bupati Wonogiri Joko Sutopo memberikan pengarahan kepada seluruh kepala desa di Wonogiri di Pendapa Rumah Dinas Bupati Wonogiri, Senin (16/1/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri masih menemukan indikasi malaadministrasi dalam pengelolaan keuangan dan aset sejumlah pemerintah desa (pemdes). Kendati begitu tidak ada temuan penyelewengan yang dilakukan kepala atau perangkat desa.

Kepada Bidang Pemerintahan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Wonogiri, Zyqma Idatya Fitha, mengatakan meski tidak mayoritas, sejumlah desa belum tertib administrasi terkait pengelolaan aset desa seperti bengkok atau tanah kas desa

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 20/2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, tanah kas desa wajib disewakan atau dilelangkan kepada pihak lain. Nilai sewa tanah kas desa ditentukan saat musyawarah desa (musdes).

Dana hasil sewa atau lelang itu wajib masuk ke rekening kas desa (RKD). Kemudian baru digunakan sebagai tunjangan tambahan kepala dan perangkat desa. Yang banyak ditemukan, kata Zyqma, dana hasil sewa atau lelang itu tidak masuk ke RKD dulu, tetapi langsung ke rekening pribadi masing-masing kepala atau perangkat desa.

“Ya walaupun pada akhirnya dana itu diberikan kepada mereka, ketentuannya harus masuk RKD dulu,” kata Fitha saat ditemui Solopos.com di Kantor Dinas PMD Wonogiri, Jumat (20/1/2023).

Menurut Fitha, sebenarnya pemdes di Wonogiri sudah melakukan praktik pengelolaan tanah kas desa sesuai urut-urutan yang telah ditentukan. Sayangnya masih cacat administrasi atau malaadministrasi.

Misalnya melakukan proses pelelangan atau sewa tanah kas desa yang saat musdes, tetapi tidak ada undangan resmi kepada warga. “Hanya gethok tular. Lah ini menjadi malaadminstrasi,” ujar dia.

Malaadministrasi Dana Desa

Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, menyampaikan pada 2022 ada lima desa yang ditemukan malaadminstrasi penggunaan Dana Desa. Jekek, sapaan akrabnya, menyebut lima desa itu melakukan cash on hand atau menyimpan uang tunai Dana Desa melebihi Rp10 juta.

Padahal batas cash on hand yang dikelola pemdes maksimal hanya Rp10 juta. Hal itu terjadi lantaran hubungan komunikasi yang buruk antara kepala desa (kades) dengan bendahara desa. “Tapi tidak ada penyelewengan atau korupsi. Hanya soal komunikasi saja,” ucap dia.

Auditor Madya Inspektorat Wonogiri, Sigit Prasetyo, mengungkapkan hal serupa. Tidak ada temuan penyelewengan keuangan maupun aset desa di Wonogiri. Hanya, memang beberapa pemerintah desa di Wonogiri yang masih malaadminstrasi.

Keterbatasan sumber daya manusia yang mumpuni dan melek teknologi menjadi salah satu penyebab mengapa hal itu terjadi. Saat ini semua sistem pencatatan dan pelaporan keuangan desa dilakukan melalui komputer dan dalam jaringan.

Sementara saat ini masih ada beberapa pemdes yang belum mahir mengoperasikan komputer. “Tetapi saat ini hal itu sudah mulai berkurang karena pemdes sudah merekrut perangkat desa yang relatif muda dan melek teknologi,” ucap Sigit.

Sementara itu, Ketua Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) Wonogiri, Purwanto, tidak memungkiri masih ada temuan malaadminstrasi yang dilakukan pemdes di Wonogiri. Namun hal itu tidak menjadi masalah besar karena langsung bisa diperbaiki. Terutama soal pengelolaan aset desa.

“Memang kadang-kadang ada yang belum mengerti kalau dana hasil pelelangan atau penyewaan tanah kas desa itu harus masuk RKD dulu. Tetapi kemarin sudah diberi arahan bupati. Saya kira sekarang semua sudah paham,” kata Purwanto yang juga Kepala Desa Krandegan, Kecamatan Bulukerto itu. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya