Soloraya
Rabu, 22 Januari 2020 - 10:15 WIB

Warga Beji Wonogiri Tak Lagi Bakar Sampah Tapi Mengolahnya

Cahyadi Kurniawan  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua KWT Pelangi Kelurahan Beji, Nguntoronadi, Siswarsini, menunjukkan pupuk cair produksi KWT Pelangi, Selasa (21/1/2020). (Solopos-Cahyadi Kurniawan)

Solopos.com, WONOGIRI -- Sampah sempat menjadi masalah di Lingkungan Pudak, Kelurahan Beji, Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.

Perilaku warga yang sering membakar sampah di pekarangan mengakibatkan banyak warga di lingkungan itu menderita batuk.

Advertisement

Kejadian itu sempat menjadi atensi Dinas Kesehatan (Dinkes) Wonogiri. Dinkes merekomendasikan agar kesehatan warga lebih terjamin, warga diminta tidak lagi membakar sampah.

Oleh warga, hal itu ditindaklanjuti dengan mulai memilah sampah baik organik maupun non organik khususnya plastik.

Advertisement

Oleh warga, hal itu ditindaklanjuti dengan mulai memilah sampah baik organik maupun non organik khususnya plastik.

Aktivitas membakar sampah seusai menyapu berkurang drastis. Sampah organik terdiri atas sisa sayur, kulit buah, buah busuk, hingga daun bungkus makanan, sebagian dimasukkan ke dalam komposter dari ember yang dimiliki setiap ketua RT.

Warga juga bisa mengumpulkan sampah organik itu ke dalam komposter terdekatnya. Selain komposter, sampah organik itu sebagian ditimbun di tanah. Saat penuh, warga bikin lubang baru sedangkan, lubang lama bisa ditanami pohon pisang.

Advertisement

Dari pemanfaatan sampah organik itu, warga bisa menghasilkan pupuk organik cair secara mandiri. Pupuk itu bisa digunakan untuk menambah nutrisi tanaman organik yang dikembangkan di kampung itu sejak 2014 lalu.

Dari kampung itu aneka buah organik mulai dari buah naga, sawo, alpukat, pisang, markisa, hingga empon-empon memiliki kualitas standar ekspor ke Eropa yang tersertifikasi.

Sedangkan, sampah plastik yang kini ada disimpan dalam botol-botol bekas air mineral. Saat botol itu penuh dengan plastik, botol akan dimanfaatkan menjadi semacam ecobricks untuk ditata menjadi seperti pot besar atau pembatas lahan di pekarangan rumah-rumah warga.

Advertisement

Karena jumlahnya yang terbatas, ecobricks yang terkumpul akan ditata secara bergantian merata ke seluruh pekarangan.

“Yang pasti aktivitas membakar sampah di sini sudah berkurang drastis. Membakar itu diperbolehkan hanya untuk memusnahkan tanaman yang bervirus. Itupun lokasinya harus jauh dari permukiman,” tutur Siswarsini.

Dampak berhentinya membakar sampah di kampung itu pun mulai terasa. Warga pun menghemat pembelian pupuk organik lantaran bisa menghasilkan sendiri. Udara terasa lebih segar dan tanaman tumbuh lebih subur.

Advertisement

Menurut Siswarsini, membakar sampah menghasilkan racun 350 kali lebih banyak ketimbang asap rokok. “Asap rokok saja bikin penyakit apalagi sampah. Ini banyak yang tidak disadari orang,” tutur dia.

Rumah Warga Slogohimo Wonogiri Terbakar, 3 Sertifikat Tanah Hangus

Tenaga Harian Lepas (THL) Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (TBPP) Kecamatan Nguntoronadi, Wahyu Tulus Nugroho, mengatakan tidak membakar sampah menjadi kebiasaan baru warga Kelurahan Beji.

Kegiatan itu sangat positif karena menjadi bagian mengurangi jejak karbon dalam konteks krisis iklim akhir-akhir ini. Masyarakat juga turut menjaga keseimbangan ekosistem dengan mengembangkan metode pertanian organik.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif