Soloraya
Jumat, 4 Oktober 2019 - 14:20 WIB

Warga Boyolali Tak Ingin Pilkada 2020 Hanya Diikuti Calon Tunggal

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi penghitungan suara pemilihan umum oleh anggota KPPS. (JIBI/Solopos/Antara/Hafidz Mubarak A.)

Solopos.com, BOYOLALI — Sejumlah warga Boyolali tidak menghendaki adanya calon tunggal dalam ajang pesta demokrasi Pemilihan Kepala daerah (Pilkada) tahun 2020 nanti.

Isu calon tunggal dalam Pilkada Boyolali itu mencuat lantaran Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai partai dominan dengan raihan 35 kursi di DPRD Boyolali membuat partai-partai lain harus berkoalisi untuk mengusung pasangan calon sebagai lawan.

Advertisement

Untuk diketahui, satu pasangan calon Bupati-Wakil Bupati Boyolali minimal diusung oleh 20% atau sembilan kursi legislatif. Porsi sembilan kursi itu hanya bisa diraih jika partai di luar PDIP berkoalisi mengingat PKS hanya memperoleh tiga kursi, Golkar empat kursi, PKB dua kursi, dan Gerindra satu kursi.

Sayangnya, koalisi ini belum bisa dipastikan bakal terjadi. Dua partai dengan raihan kursi paling sedikit yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Gerindra lebih memilih menjadi penonton sambil menunggu parpol lain yang memiliki visi serupa dan memberi ruang pada gerakan mereka.

Advertisement

Sayangnya, koalisi ini belum bisa dipastikan bakal terjadi. Dua partai dengan raihan kursi paling sedikit yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Gerindra lebih memilih menjadi penonton sambil menunggu parpol lain yang memiliki visi serupa dan memberi ruang pada gerakan mereka.

Sementara Partai Keadilan Sosial (PKS) dan Golkar mengaku tak ingin terburu-buru dalam mengambil sikap politik. Meski peluang koalisi itu tetap ada, namun mereka belum menyebutkan satu nama.

Di lain pihak, PDIP yang mengantongi suara terbanyak sudah memastikan dua nama pasangan calon yang kini diusulkan ke DPP. Mereka adalah M. Said Hidayat-Wahyu Irawan serta Wahyu Irawan-Marsono.

Advertisement

“Kalau calonnya cuma satu, ya namanya bukan demokrasi karena tidak ada saingan,” tutur Danang, Kamis (3/10/2019). Nilai demokrasi yang merosot itu salah satunya bisa dilihat dari tidak adanya partisipasi kader lain di luar partai dominan.

Namun, imbuh Danang, hal tersebut sudah telanjur terjadi di Boyolali.

“Kayaknya sih sudah enggak terkontrol,” ujar dia.

Advertisement

Warga Nogosari, Nugroho, juga mengatakan hal senada. Satu partai politik yang dominan membuat kecenderungan pemilih makin mudah terlihat.

“Ya kalau di Boyolali sudah tahu lah,” kata dia. Meski demikian, dirinya tetap tidak setuju jika hanya ada satu pasangan calon dalam pilkada nanti.

Terpisah, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Boyolali, Ali Fahrudin, menyebutkan jika merujuk pada UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota, jika hanya memiliki satu pasangan calon pemilu tetap bisa dilaksanakan.

Advertisement

“Kalau faktanya demikian, memang dimungkinkan dengan calon tunggal setelah KPU memperpanjang pendaftaran calon,” ujar Ali.

Dia menambahkan jika hanya ada pasangan calon tunggal maka desain surat suara akan diubah, yakni dengan menempatkan satu kotak kosong di sebelah kotak bergambar pasangan calon, sehingga pemilih bisa mencoblos gambar pasangan calon atau kotak kosong. Namun untuk ketentuan teknis lebih lanjut, KPU Boyolali akan menunggu PKPU.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif