SOLOPOS.COM - Warga memetik jambu di salah satu kebun di Desa Pranan, Polokarto, Sukoharjo, Sabtu (29/7/2023). (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO — Pohon jambu air menjadi salah satu potensi yang dimiliki Desa Pranan, Polokarto, Sukoharjo. Setidaknya 3.500 batang pohon buah ini tumbuh subur di Desa Pranan dan jadi sumber penghidupan bagi warga di sana.

Setiap rumah warga di 16 RT di desa setempat rata-rata memiliki pohon jambu air minimal satu batang. Salah satu petani jambu desa setempat, Sugino, 50, mengatakan butuh waktu tiga tahun biar bisa berbuah, itu pun dengan catatan pohonnya harus terawat.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Kali pertama menanam pohon Jambu, menurut Sugiono para petani biasanya menggunakan teknik cangkok. Sementara sekitar 20 pohon yang dirawatnya itu kini telah berusia sekitar 10 tahun.

“Dalam setahun para petani jambu dapat memanen hingga empat kali. Tahun ini panen pertama pada saat Lebaran, kemudian bulan ini yang kedua. Perkiraan hingga Oktober-September masih bisa dipanen,” kata Sugino saat bercerita di bawah rindangnya pohon jambu di kebunnya, Sabtu (29/7/2023).

Saat memasuki masa panen, jambu-jambu tersebut tak lantas dipetik dalam waktu bersamaan. Biasanya setiap dua hari sekali masing-masing pohon bisa dipanen. Tiap pohon rata-rata menghasilkan 1 kuintal buah jambu dalam sekali musim panen.

Biasanya Sugiono merawat pohon-pohon jambu tersebut dengan menggunakan pupuk NPK. Untuk merangsang pohon-pohon tersebut berbuah, ia harus menyemprotkan beberapa vitamin tanaman ke batang-batangnya. Ini agar bunga yang menghasilkan buah jambu bermunculan.

Penyemprotan juga dilakukan pada buah untuk mengantisipasi jamur, lalat buah, ulat, dan hama lain. Penyemprotan ini dilakukan selama dua kali sepekan saat musim kemarau. Sementara ketika musim hujan, perawatannya lebih sulit.

Sempat Tanam Kedondong dan Mangga

Kepala Desa Pranan, Sarjanto, mengungkapkan musim panen kali ini menghasilkan cukup banyak buah jambu. Panen pada musim kedua ini telah berlangsung sejak pertengahan Juli da diperkirakan hingga awal September 2023.

Sekitar 80% warga Desa Pranan menggantungkan hidup mereka dengan menjadi bakul buah. Selain menjadi penjual, mereka juga berupaya membudidayakan tanaman buah. Sebelum menanam jambu, warga sempat menanam pohon kedondong. Kemudian mereka beralih menanam mangga karena dianggap lebih menguntungkan.

“Sekitar 10-15 tahun terakhir mereka melihat potensi jambu air. Ternyata jambu air tersebut tak hanya panen satu kali, selain itu harga di Soloraya cukup menjanjikan. Maka warga mengganti pohon mangga dengan jambu,” ujar Sarjanto.

Warga rata-rata menjual buah secara eceran. Ada pula yang memilih menjadi tengkulak. Selain di Soloraya jambu air asal Desa Pranan itu juga dijual ke Jakarta, Bandung, Surabaya dan daerah lain di sekitar Sukoharjo. Tetapi kebanyakan lebih memilih fokus pada penjualan pinggir jalan lantaran dianggap lebih menguntungkan.

“Tahun ini kami berencana menggelar festival jambu pada awal September. Akan ada tiga segmen, yakni pawai bronjong merdeka, lomba sepeda dengan beban sebelah, dan festival jambunya sendiri. Setiap kegiatan punya kekhasan masing-masing dan telah hidup di Pranan,” paparnya.

Lebih lanjut, Sarjanto menyebut ada beberapa wisatawan yang pernah berkunjung ke desanya. Sayangnya konsep wisata di desanya itu belum digarap matang sehingga kedatangan wisatawan tak berkelanjutan. Warga lebih memilih fokus berjualan jambu air dengan harga Rp10.000/kg.

Ada juga warga yang memilih menjual perlengkapan memanen dan berjualan, seperti bronjong dan tongkat pemetik buah yang telah dimodifikasi dengan kain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya