Sementara itu saat ditanya soal kendala, Jayih mengatakan mereka kesulitan memaksimalkan penanganan ampas aren agar lebih bermanfaat.
Solopos.com, KLATEN – Ampas aren atau dikenal dengan ampas onggok dimanfaatkan masyarakat Desa Pucang Miliran, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten sebagai alternatif pakan ternak.
Ampas onggok merupakan sisa hasil olahan batang kayu aren atau kolang-kaling yang sarinya dapat dimanfaatkan menjadi tepung sehingga dapat dibuat sebagai bahan baku mi sohun maupun bihun.
Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya
“Ini [ampas onggok] sudah ada sejak zaman dulu saya sudah keturunan kedua yang meneruskan kemungkinan ini sudah ada sejak lama yang dikelola secara industri rumahan seperti ini milik pak Hardi,” ungkap salah satu pekerja pengolahan ampas onggok di Pusang Miliran, Triman, Jumat, (29/7/2022).
Pengolahan ampas onggok di Klaten itu membutuhkan tenaga yang besar dan bahan bakar yang banyak. Proses pengolahannya juga cukup bising dengan suara deru mesin diesel.
Baca juga: Budidaya Maggot Si Pemakan Sampah Organik Menguntungkan! Pakan Gratis, Harga Jual Rp55.000 per Kg
Onggok diolah dari batang kayu kemudian diselep sehingga menjadi serpihan-serpihan yang lembut. Serpihan lembut didiamkan selama satu hari di dalam air sehingga besoknya baru bisa diperas untuk mencari sarinya.
“Pemanfaatan ampas onggok ini dapat digunakan untuk memberi makan dan minum sapi ampas onggok dicampur dengan dedak dan garam. Tidak hanya itu tetapi juga bisa dipakai untuk media tanam jamur tetapi kalau musim kemarau seperti ini sulit,” ujar pengelola industri pengolahan onggok, Jayih.
Menurut Jayih ampas onggok kasar dihargai Rp6.000, sementara ampas halus dihargai Rp11.000 per karung dengan isian 50 kilogram.
“Rata-rata berusia dewasa untuk tenaga pengolahannya kalau wanita ditugaskan untuk meres sedangkan pria dewasa lebih ke arah angkat-angkat tenaga berat kayu untuk diselep tadi,” tegas Jayih.
Baca juga: Niatnya Cari Pakan Ternak, Warga Grobogan Malah Tewas Tersetrum
“Dulu pernah ada penelitian dari universitas tetapi hasilnya belum solutif karena sekarang masih banyak onggok yang tergeletak dipekarang rumah warga,” kata Jayih.