Soloraya
Minggu, 3 Maret 2024 - 15:20 WIB

Warga Lereng Merapi Boyolali Gelar Tradisi Sadranan, Meriahnya Lebihi Lebaran

Nimatul Faizah  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga Desa Cabeankunti, Cepogo, Boyolali, mengikuti tradisi sadranan dengan membawa tenong ke makam setempat, Minggu (3/3/2024). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Tradisi sadranan jelang Ramadan yang digelar warga lereng Gunung Merapi wilayah Desa Cabeankunti, Kecamatan Cepogo, Boyolali, berlangsung meriah, bahkan lebih ramai ketimbang saat Lebaran, Minggu (3/3/2024).

Pantauan Solopos.com, ratusan warga berduyun-duyun menyunggi tenongan berdiameter 80 cm di kepala menuju makam desa setempat, Minggu pagi. Mereka kemudian menaruh tenongan besar itu berjejer di jalanan depan makam setempat.

Advertisement

Mereka lalu duduk di sekitar tenong guna mengikuti pengajian, zikir tahlil, dan doa yang dipimpin sesepuh desa. Seusai berdoa, warga baik orang dewasa dan anak-anak, langsung memakan isi tenongan dan saling bertukar makanan.

Salah satu warga Wates, Kulonprogo, Sumarjo, 60, mengaku sengaja datang mengikuti acara sadranan di makam Cabeankunti, Cepogo, Boyolali, karena ingin melestarikan tradisi tersebut.

Advertisement

Salah satu warga Wates, Kulonprogo, Sumarjo, 60, mengaku sengaja datang mengikuti acara sadranan di makam Cabeankunti, Cepogo, Boyolali, karena ingin melestarikan tradisi tersebut.

Ia menjelaskan Cabeankunti adalah kampung istrinya dan setiap tahun ia datang berkunjung bersama keluarga. Sumarjo mengungkapkan dalam satu tahun paling tidak dua kali ia datang ke kampung tersebut.

Pertama mudik saat Lebaran dan yang kedua ketika Sadranan. “Tidak bicara untung rugi, ini kan silaturahmi. Jadi ya senang saja bisa kembali ke sini dan bertemu saudara,” kata dia kepada Solopos.com saat berbincang di makam setempat.

Advertisement

Penyebabnya karena Sadranan tidak serentak seperti Lebaran, hanya diadakan serentak beberapa desa sehingga tamu yang datang lebih banyak. Ia juga datang membawa besannya yang berasal dari Palembang.

Sumarjo sengaja datang untuk memperkenalkan tradisi Sadranan kepada orang luar Jawa. “Senang banyak yang berkunjung. Kemarin malam sampai sini, nanti malam balik lagi ke Wates,” kata dia.

Sementara itu, Kepala Desa Cabeankunti, Khamid Winarti, mengungkapkan tradisi Sadranan di Makam Cabeankunti di lereng Merapi wilayah Cepogo, Boyolali, tersebut dihadiri warga dari Dukuh Sidotopo, Sidosari, Lerep, Balong, Margomulyo, Cabean, Kunti, Kedung Banteng, Gajian, dan Sidorejo.

Advertisement

Ia menjelaskan tradisi Sadranan di Cabeankunti adalah warisan leluhur. Sejarah sadranan baik di wilayah Cepogo maupun Selo, tutur Khamid, rata-rata sama yaitu setiap Syakban atau Ruwah masyarakat melaksanakan besik atau bersih makam.

Lalu, saudara jauh datang ke makam untuk mendoakan leluhur dan keluarga di daerah setempat. Ketika besik makam saudara jauh datang, maka warga setempat akan membawakan makanan seadanya menggunakan tenong.

Ia menjelaskan inti dari sadranan adalah mendoakan dan memberikan sedekah berupa makanan kepada saudara dan pahalanya dikirimkan kepada orang-orang yang telah meninggal.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif