SOLOPOS.COM - Widiyantoro, 37, warga Dukuh Panggil, RT 002/RW 001, Desa Sawit, Gantiwarno memangku putranya Rajata Danu Aji, 3, yang menderita hidrosefalus di salah satu warung sekitar RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro, Selasa (6/1/2014). Kondisi kepala Rajata tak membesar lantaran terbantu selang untuk mengurangi cairan berlebih di kepala yang dipasang di tubuh bayi itu. (Taufiq Sidik/JIBI/Solopos)

Warga miskin Klaten mengeluhkan fasilitas pelayanan kesehatan. Warga Gantiwarno ini mengeluhkan biaya BPJS.

Solopos.com, KLATEN — Widiyantoro, 37, dan Hastuti, 29, selama tiga tahun terakhir rutin mengunjungi rumah sakit (RS) dan Puskesmas. Hal itu tak lain mereka lakukan demi menjaga kondisi Rajata Danu Aji, putra pasangan itu yang menderita hidrosefalus sejak lahir.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Kunjungan itu seperti yang mereka lakukan ke rumah sakit umum pusat (RSUP) dr. Soeradji Tirtonegoro, Selasa (6/1/2014).

“Kalau kontrol ke RSUP itu dua pekan sekali. Sementara, untuk terapi di puskesmas dua kali dalam sepekan,” tutur Widiyantoro saat ditemui wartawan di RSUP, Selasa.

Warga asal Dukuh Panggil, RT 002/RW 001, Desa Sawit, Gantiwarno itu lantas menceritakan selama 2012-2013 dirinya cukup dimudahkan lantaran biaya kontrol dan terapi bagi anaknya yang tak terdaftar sebagai jaminan kesehatan dari pemerintah bisa digratiskan.

“Saat itu ada saran dari dokter biaya pengobatan bisa ditanggung menggunakan Jamkesmas saya. Jadi selama satu tahun itu untuk kontrol dan terapi bisa gratis,” ungkapnya.

Hanya, Widiyantoro mengaku cukup kebingungan selama satu tahun ini. Hal itu menyusul perubahan pengelolaan jaminan kesehatan ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sejak awal 2014.

“Putra saya tidak terdaftar sebagai penerima bantuan iuran (PBI). Akhirnya diminta ikut yang non-PBI. Tentu saja harus keluar biaya setiap bulan,” kata dia.

Biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran premi tersebut hanya Rp25.500/bulan. Namun, bagi Widiyantoro biaya itu cukup membenani lantaran pekerjaannya sebagai buruh serabutan dengan penghasilan yang pas-pasan.

Upaya untuk memasukkan putranya dalam jaminan kesehatan yang ditanggung pemerintah kerap dilakukan. Namun, hingga kini tak membuahkan hasil.

“Harapannya ya biaya setiap bulan itu bisa ditanggung pemerintah. Biaya Rp25.500 itu cukup memberatkan. Belum lagi, setiap pekan saya harus keluar biaya untuk membeli susu,” urainya.

Suratno, salah satu tokoh masyarakat di Dukuh Panggil menuturkan upaya untuk memasukkan Rajata dalam jaminan kesehatan yang ditanggung pemerintah itu pernah dilakukan.

“Pengajuan pernah dilakukan April lalu sesuai prosedur. Tetapi, memang sampai hari ini belum ada kabarnya,” ungkapnya.

Kepala Desa Sawit, Mariyadi, menuturkan kondisi keluarga Widiyantoro masuk dalam kategori miskin. Hanya, selama ini Rajata tak pernah masuk dalam pemihakan jaminan kesehatan dari masyarakat.

Dia juga menjelaskan sudah mengupayakan agar Rajata bisa masuk dalam jaminan kesehatan yang disubsidi dari pemerintah. Pihaknya berharap usulan itu segera mendapat jawaban dan biaya premi jaminan kesehatan bagi Rajata bisa ditanggung pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya