SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekeringan. (Freepik.com)

Solopos.com, WONOGIRI — Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Wonogiri mewaspadai fenomena El Nino lantaran bisa memicu kekeringan berkepanjangan dan berdampak turunnya produktivitas pertanian dan peternakan di beberapa wilayah Wonogiri tahun ini. 

Kepala Pelaksana BPBD Wonogiri, Trias Budiono, menjelaskan El Nino merupakan perubahan iklim yang terjadi karena suhu permukaan air Samudra Hindia meningkat di atas normal sehingga curah hujan menjadi rendah.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Berdasarkan informasi yang dia himpun, gelombang El Nino akan mulai pada Juli 2023 mendatang. Puncak fenomena ini diprediksi terjadi pada akhir Agustus atau awal September 2023. El Nino berpotensi menyebabkan kekeringan parah dan berkepanjangan di Wonogiri.

Menurut dia, adanya kekeringan akibat El Nino itu akan berdampak pada banyak hal terutama sektor pertanian dan peternakan di Wonogiri selatan yang masuk wilayah rawan kekeringan. Saat terjadi kekeringan, tidak banyak tanaman yang bisa ditanam di daerah Wonogiri selatan seperti Paranggupito, Pracimantoro, dan Eromoko. 

Trias juga menyebut El Nino berdampak pada sektor peternakan. Banyak warga di Paranggupito dan sekitarnya merupakan peternak sapi dan kambing. Ternak-ternak itu membutuhkan banyak air untuk tetap hidup. Kekeringan berkepanjangan berpotensi menurunkan produksi ternak. 

“Air di Wonogiri selatan itu banyak diambil dari sungai bawah tanah. Kalau kemarau panjang, otomatis air di bawah tanah itu berkurang banyak, bahkan bisa habis. Ini yang diwaspadai. Kami berharapnya semoga gelombang El Nino ini tidak terlalu lama,” kata Trias saat dihubungi Solopos.com, Senin (19/6/2023).

Bantuan Air Bersih

Dia melanjutkan untuk menanggulangi dampak fenomena gelombang El Nino ini, BPBD Wonogiri siap mendistribusikan air bersih ke wilayah-wilayah daerah kekeringan. Desa yang mengalami kekeringan dapat melaporkan kepada camat, kemudian diteruskan kepada BPBD agar segera mengirimkan air bersih ke tempat tersebut.

Meski beberapa desa di Paranggupito sudah mulai sulit air bersih, hingga kini BPBD belum menerima pengajuan bantuan air bersih ke daerah tersebut. “Sejauh ini belum ada yang mengajukan bantuan air bersih ke kami. Tetapi pada prinsipnya kami ready [siap mengirim bantuan],” ujar dia.

Trias menambahkan belum lama ini BPBD telah memverifikasi daerah rawan kekeringan. Ada penurunan jumlah daerah rawan kekeringan. “Kemarin waktu pemetaan kasar, ada 37 desa rawan kekeringan. Setelah kami kroscek ada pengurangan,” katanya.

Kendati begitu, lanjut Trias, BPBD belum bisa memastikan desa mana yang masih rawan kekeringan. Sebab pemetaan ulang itu masih berproses, belum final.

Kepala Desa Songbledeg, Kecamatan Paranggupito, Wonogiri, Slamet, mengungkapkan beberapa pekan ini warga sudah mulai membeli air bersih dengan harga mulai dari Rp150.000 hingga Rp180.000 per 6.000 liter. Saat krisis air bersih seperti sekarang ini, warga tidak bisa melakukan aktivitas pertanian. 

“Kalau seperti ini, tidak warga tidak bisa menanam apa-apa, hanya menunggu hujan,” kata Slamet.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya