SOLOPOS.COM - Dalang dan penabuh gemelan Wayang Sinema dengan lakon Babat Boyolali berfoto bersama di Pendapa Balai Desa Gondang Rawe, Kecamatan Andong, Boyolali, Minggu (7/11/2021). (Istimewa/Wartoyo)

Solopos.com, BOYOLALI—Biasanya pentas wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang diiringi suara gamelan di belakangnya. Namun, apa jadinya jika wayang kulit dimainkan oleh 25 dalang sekaligus dengan pengiring yang dibatasi oleh kelir? Inilah yang disebut dengan Wayang Sinema.

Wayang Sinema merupakan pertunjukan wayang yang ditonton dari depan kelir atau layar. Penonton hanya akan melihat siluet wayang bergerak.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Di depan kelir, penonton juga melihat para niaga menabuh gamelan mengiringi wayang. Sementara itu, ada 25 dalang remaja memainkan wayang dari balik kelir.

Baca Juga: BPCB Jateng Temukan 3 Candi Perwara di Situs Watu Genuk Boyolali

Setiap dalang memegang tokoh-tokoh berbeda termasuk memainkan gunungan. Ada pula dalang yang betugas catur, dialog, atau narator dalam pentas itu.

“Perbedaan wayang sinema dengan wayang konvensional adalah pada konsepnya yang kolosal dengan main di belakang kelir. Penonton melihat siluetnya yang menciptakan kesan berbeda seperti menonton bioskop,” kata Pembina Persatuan Dalang Remaja (Darma) Boyolali, Wartoyo, saat dihubungi Solopos.com, Senin (8/11/2021).

Wayang Sinema ini kali pertama dipentaskan di Boyolali. Pementasan digelar pada peringatan Hari Wayang Nasional (HWN) ke-3 di di Pendopo Balai Desa Gondang Rawe, Kecamatan Andong, Boyolali, pada 7 November 2021 kemarin.

Baca Juga: Proyek Grha Megawati Klaten Diguyur APBD 2022 Senilai Rp19 Miliar

Untuk menggelar wayang sinema ini, lanjut Wartoyo, butuh latihan selama dua pekan. Latihan dipimpin oleh sutradara Dalang Kangko Boyolali.

Ada sejumlah tantangan berat dalam berlatih wayang sinema. Pertama, dalang harus mensinkronkan iringan penabuh dengan gerakan wayang. Persoalannya, dalang dan penabuh dipisahkan oleh kelir.

“Yang sulit lagi jogetan dalang ini kan di belakang kelir. Padahal, iringannya di depan kelir. Jadi gak kelihatan. Jogetnya kaya apa, iringannya kaya apa. Itu sulit mensinkronkan. Makanya harus orang-orang jenius,” tutur dia.

Baca Juga: Desa Kepurun Didatangi Belanda, A.H. Nasution Pindah hingga Kulonprogo

 

Gaet Milenial

Selain itu, tugas setiap dalang pun beragam. Ada dalang tukang ngomong atau narator, ada dalang memainkan gunungan, dan ada dalang memainkan tokoh-tokoh pewayangan lainnya. Total ada 25 dalang dalam sekali pementasan ini.

“Biasanya kan satu dalang, satu orang. Sekarang gerakin wayang di belakang kelir atau layar ada 15-25 dalang yang pegang wayang banyak banget. Pegang gunungan sendiri, tokoh wayang sendiri beda-beda. Ada dalang yang juga bagian catur, rembuk, ngomong, ini harus sinkron. Ini butuh kekompakan luar biasa. Apalagi dengan iringan-iringan,” kata Wartoyo.

Menurut Wartoyo, Wayang Sinema menawarkan cara baru menikmati pertunjukan wayang kulit. Pentas ini cocok untuk menggaet penikmat muda dari kalangan milenial.

Baca Juga: Jejak A.H. Nasution di Klaten, dari Desa Taskombang sampai Kepurun

Hal ini terlihat pada pementasan yang digelar pekan lalu di Andong. Wayang Sinema dengan lakon Babat Boyolali ini ditonton sangat antusias oleh masyarakat.

“Lakon bercerita tentang sejarah terjadinya Kabupaten Boyolali. Banyak cara digunakan untuk menarik minat para generasi muda agar kembali mencintai kesenian tradisional. Ini terobosan dalang remaja Boyolali,” terang Wartoyo.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya