SOLOPOS.COM - Sejumlah koleksi yang ada di Museum Erupsi Gunung Merapi di Desa Balerante, Kemalang, Klaten. Foto diambil Sabtu (14//2/2015). (Taufiq Sidik Prakoso/JIBI/Solopos)

Wisata Klaten di Museum erupsi Merapi, Dusun Gondang, Desa Balerante, Kemalang, Klaten, bisa menggambarkan erupsi 2010 lalu dalam tiga dimensi sederhana.

Solopos.com, KLATEN — Beragam peralatan dapur tertata rapi di dalam sebuah bangunan berdinding anyaman bambu Dusun Gondang, Desa Balerante, Kemalang, Klaten. Di ruangan yang sama peralatan elektronik seperti radio dan televisi tergeletak di meja kayu.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Tak ketinggalan sejumlah alat transportasi, yakni sepeda kayuh dan sepeda motor diparkir di dalam bangunan. Alhasil, bangunan yang berjarak sekitar 4 km dari puncak Gunung Merapi itu dipenuhi beragam peralatan rumah tangga.

Namun, ratusan benda tersebut tak lagi bisa dimanfaatkan sesuai fungsi aslinya. Mayoritas benda nyaris tak berbentuk. Seperti gelas berbahan kaca dengan bibir gelas yang tak lagi melingkar akibat meleleh terkena panas. Begitu pula kondisi sepeda motor yang seluruh bagian berbahan logamnya berkarat.

Meski demikian, beragam peralatan itu hingga kini masih dirawat warga setempat lantaran memiliki nilai sejarah. Benda-benda tersebut menjadi saksi bisu keganasan awan panas atau wedhus gembel yang dimuntahkan salah satu gunung berapi teraktif di dunia yang menerjang Balerante pada 5 November 2010 dini hari. Warga pun berinisiatif mengumpulkan hingga mendirikan Museum Erupsi Gunung Merapi secara swadaya sejak 2011.

Salah satu warga Dusun Gondang, Agus Saryata, menjelaskan awalnya museum yang didirikan dengan tujuan sebagai bahan pembelajaran guna meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya erupsi Gunung Merapi tersebut menumpang di salah satu rumah warga.

“Sudah satu pekan ini dipindah. Awalnya di bawah [rumah warga]. Tetapi, kalau terlalu lama di sana juga tidak enak. Akhirnya ke bangunan punya sendiri. Belum semua benda dipindah,” tutur Agus yang juga menjadi salah satu pengelola museum saat ditemui di rumahnya, Sabtu (14/2/2015).

Agus menjelaskan selain peralatan dapur, barang elektronik, serta alat transportasi, sejumlah gamelan dan jam dinding dikumpulkan warga dari sisa letusan Gunung Merapi. Jam dinding yang rusak menjadi salah satu koleksi museum yang paling berharga lantaran menunjukkan jam ketika wedhus gembel sampai ke wilayah Balerante.

“Jarum jam menunjukkan awan panas sampai di Balerante yakni pukul 12.10 WIB atau pergantian dari Kamis [4/11/2010] ke Jumat, [5/11/2010],” ungkapnya.

Soal pengembangan museum, Agus tak menampik masih membutuhkan banyak pembenahan. Begitu pula dengan bangunan yang saat ini digunakan menampung barang sisa erupsi yang cukup sempit. “Perlu sarana yang bagus. Kondisi seperti itu ya memang sempit,” kata dia.

Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klaten, Sri Winoto, tak menampik Desa Balerante merupakan salah satu daerah kawasan lereng merapi yang memiliki potensi pengembangan wisata serta edukasi terkait mitigasi bencana erupsi. Keberadaan museum serta para sukarelawan yang berasal dari desa setempat membantu guna pengembangan tersebut.

Begitu pula dengan pengembangan lainnya berupa industri kecil seperti batik merapi. “Tak hanya pendekatan soal pengetahuan kebencanaan, ternyata di luar itu banyak potensi yang bisa dikembangkan seperti wisata dan industri kecil. Menjadi tugas kami untuk diteruskan ke SKPD yang berwenang,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya