SOLOPOS.COM - Tradisi padusan di Objek Wisata Mata Air Cokro (OMAC), Klaten, Rabu (17/6/2015). (Ivanovich Aldino/JIBI/Solopos)

Wisata Klaten pengembangan OMAC jadi kontroversi.

Solopos.com, KLATEN — Sejumlah pemerintah desa (pemdes) di sekitar objek mata air cokro (OMAC) mengaku kecewa tak memperoleh bagi hasil retribusi tiket masuk pengunjung mulai tahun 2016. Padahal, beberapa pemdes tersebut dinilai memiliki kontribusi berupa penyediaan lahan kas desa yang digunakan untuk pengembangan OMAC.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Berdasarkan informasi yang dihimpun Solopos.com, OMAC yang menawarkan pesona wisata air berada di wilayah administrasi Ponggok Kecamatan Polanharjo, Daleman Kecamatan Tulung, dan Cokro Kecamatan Tulung. Dalam beberapa tahun terakhir, ketiga desa itu selalu memperoleh bagi hasil dari pengembangan OMAC. Desa Cokro memperoleh bagi hasil 15 persen dari total pendapatan.

Sedangkan, Desa Daleman dan Desa Ponggok memperoleh bagi hasil sebesar 10 persen dari total pendapatan. “Itu sudah menjadi kesepakatan lama antara OMAC dengan pemdes. Tahun ini, kami tidak memperoleh bagi hasil sama sekali [Pemdes Cokro memiliki lahan hampir satu hektare di kompleks OMAC]. Anehnya, penghentian bagi hasil itu dilakukan secara sepihak oleh pengelola [Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Klaten]. Kami butuh dana bagi hasil itu untuk menunjang kegiatan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat desa,” kata Pj. Sekretaris Desa (Sekdes) Cokro, Bambang, saat ditemui wartawan di kantornya, Kamis (22/9/2016).

Bambang mengatakan diputusnya aliran bagi hasil itu mengakibatkan kondisi pemdes Cokro dengan desa lainnya seolah tidak memiliki perbedaan ketika dilihat dari pendapatan asli desa (PAD). Mestinya, Cokro yang dekat dengan OMAC tetap memperoleh aliran bagi hasil dari total pendapatan.

“Saat ini, PAD kami hanya Rp10 juta. Jumlah itu hasil menyewakan tanah kas desa selama satu tahun. Kalau kami bisa memperoleh bagi hasil dari OMAC, tentunya PAD kami bisa seratusan juta. Saat ini, kami hanya memaksimalkan dana desa dan anggaran dana desa (ADD),” katanya.

Hal senada dijelaskan Kepala Desa (Kades) Daleman Kecamatan Tulung, Mursito. Lahan di kompleks OMAC yang termasuk wilayah administrasi Daleman berada di lahan parkir. “Biasanya, bagi hasil dari OMAC yang ke sini 10 persen dari total pendapatan. Yang agak mengecewakan bagi kami, tahun ini sudah tidak memperoleh bagi hasil itu. Kenapa hal ini tidak disosialisasikan terlebih dahulu. Lalu, rumus bagi hasil itu sudah menjadi kesepakatan bersama. Kenapa kok tiba-tiba dihentikan,” katanya.

Kades Ponggok, Junaedi Mulyono, mengatakan lahan milik Pemdes Ponggok di kompleks OMAC seluas 3,8 hektare. “Bagi hasil yang ada itu juga tidak optimal. Kalau Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Tirta Mandiri Ponggok  yang mengelola OMAC, kami berani memberikan bagi hasil hingga Rp150 juta ke masing-masing desa yang memiliki lahan di kompleks OMAC,” katanya.

Wakil Ketua DPRD Klaten, Yoga Hardaya, mengatakan sudah sepantasnya beberapa pemdes di sekitar OMAC memiliki aliran bagi hasil sebagaimana yang sudah disepakati bersama. “Makanya, saya setuju kalau OMAC dikelola pihak ketiga. Kalau dikelola pihak ketiga, bagi hasil itu juga diperbaiki lagi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya