Wisata Solo salah satu yang sering dikunjungi adalah Pura Mangkunegaran.
Solopos.com, SOLO – Pengageng Rekso Warastro Pura Mangkunegaran, Priyadi Dwi Putranto, duduk bersila di depan seperangkat gong gede yang ditata di sudut Pendapa Ageng istana setempat, Senin (13/6/2016). Kedua telapak tangannya dipertemukan dan diarahkan ke atas.
Dalam diam, bibirnya mengamitkan doa untuk memohon keselamatan agar prosesi jamasan (pembersihan) gamelan Kiai Segoro Windu, Kiai Pamedarsih, dan Kiai Baswara, yang digelar siang itu berlangsung lancar. Aroma kemenyan menguar ke udara di sela prosesi wilujengan atau upacara selamatan sesaat sebelum kegiatan dimulai.
Tak jauh dari situ, 10 abdi dalem yang bakal melaksanakan prosesi penyucian gamelan duduk bersila mengitari dua baki ubo rampe selamatan. Salah satu baki memuat tumpeng gudangan lengkap dengan lauk botok, gereh goreng, dan telur rebus. Sementara baki lain berisi buah-buahan seperti pisang, apel, mentimun, hingga jeruk. Setelah tumpeng selamatan dibagikan, pembersihan gamelan dimulai.
Tak jauh dari situ, 10 abdi dalem yang bakal melaksanakan prosesi penyucian gamelan duduk bersila mengitari dua baki ubo rampe selamatan. Salah satu baki memuat tumpeng gudangan lengkap dengan lauk botok, gereh goreng, dan telur rebus. Sementara baki lain berisi buah-buahan seperti pisang, apel, mentimun, hingga jeruk. Setelah tumpeng selamatan dibagikan, pembersihan gamelan dimulai.
Kain merah penutup ketiga perangkat gamelan tersebut lantas dibuka. Setelah itu, satu persatu gamelan diturunkan dari pendapa ke taman rerumputan di samping bangunan utama istana. Di sana sudah ada tiga ember besar yang penuh terisi air.
Salah satu abdi dalem, Yusanggono, terlihat cekatan mencelupkan bonangan ke dalam ember yang sudah berisi sekilo asam Jawa dan larutan pembersih serba guna. Biji-biji asam itu digosokkan ke logam gamelan yang sudah berwarna kusam. Setelah beberapa kali diusap biji asam, warna asli perunggu yang sedikit mengkilap mulai terlihat.
Tak hanya instrumen gamelan berbahan logam yang dibebaskan dari kotoran. Tempat meletakkan gamelan yang berbahan kayu turut dibersihkan. Kain merah penutup gamelan yang biasa dibunyikan setiap Sabtu itu pun turun disucikan.
Abdi Dalem Pariwisata Pura Mangkunegaran, Joko Pramudyo, menuturkan gamelan Kiai Segoro Windu biasanya ditabuh untuk gending Monggang. Sedangkan gamelan Kiai Pamerdasih ditabuh untuk gending Kodok Ngorek. Sementara gamelan Kiai Baswara ditabuh untuk memainkan gending Corobalen.
Dikatakan Joko, merunut sejarahnya ketiga gamelan berusia ratusan tahun tersebut digunakan untuk memantik semangat prajurit pimpinan Pangeran Sambernyawa atau Kanjeng Gusti Pangeran Adipati AryaMangkunagoro I.
“Zaman dulu belum ada tambur. Untuk mengiringi prajurit, digunakan gamelan ini. Bentuknya juga lebih sederhana untuk memudahkan dibawa ke mana-mana,” jelasnya.
Menurut Joko, tradisi menyucikan gamelan koleksi istana rutin diselenggarakan setiap Ramadan pada hari pertama hingga hari ke-20.
“Selama itu gamelan tidak boleh dibunyikan. Khusus diistirahatkan untuk dibersihkan. Jadi bukan hanya diri yang disucikan selama Ramadan, gamelan juga ikut dibersihkan,” kata dia.