SOLOPOS.COM - Candi Sukuh (ilustrasi/Espos/dok/Farid Syafrodhi)

Candi Sukuh (ilustrasi/Espos/dok/Farid Syafrodhi)

Malam itu Emily Paul, 27, seorang turis asal Inggris, mendengar dentingan gamelan di Cakra Homestay, Pasar Kliwon, tempatnya menginap. Tiap malam, pengelola homestay memang rajin mengadakan latihan gamelan bagi para tamu yang bermalam. Ketika itu, ia tertegun. “Suara gamelan sangat menenangkan. Saya kagum dengan suara yang dihasilkan. Saya betah lama-lama mendengarnya,” kata Emily, saat ditemui JIBI Jumat (18/5/2012).

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Sejak awal Mei lalu, ia sudah berkelana ke berbagai tempat di Indonesia, sebutlah Bali, Malang, dan Probolinggo. Tapi belum ada kota yang memikat hatinya seperti ketika berada di Solo.

Bali, menurutnya, punya alam yang fantastis. Di sana, ia merasa nyaman karena banyak turis yang pergi sendirian seperti dirinya. Berkenalan dengan orang asing atau pergi ke objek wisata terasa mudah karena Bali menjadi lokasi wisata kelas dunia.

Namun, Solo memberi kesan yang sama sekali berbeda. Di sini Emily merasakan tradisi lokal masyarakat Jawa sepenuhnya. “Di Bali, banyak hal dibuat khusus untuk turis, seperti hotel atau restoran bergaya barat. Tapi di sini, saya menemukan bagaimana Indonesia yang nyata.”

Tiba Kamis (17/5/2012), ia berkesempatan berkeliling dengan sepeda mengitari pabrik pembuatan tahu, kampung batik, serta mengunjungi ladang padi yang hijau. Orang lokal, katanya, jauh lebih ramah dibanding orang-orang di tempat tinggalnya di London.

Di lain sisi, Emily tidak memungkiri Solo memiliki banyak kekurangan. Terutama tentang fasilitas umum dan kebersihan yang kurang memadai. Tapi, ia masih bisa memahami perbedaan gaya hidup itu. Justru, yang paling membuatnya pusing bukanlah joroknya toilet umum atau jalan yang kotor, tapi ketika harus menyebrang jalan besar yang ramai atau menumpang angkutan umum.

“Pengalaman berbeda itu membuat saya malah semakin bersemangat. Memusingkan, tapi tidak terlalu bermasalah,” kata perempuan yang mengaku mudah beradaptasi ini.

Wahyu, seorang travel guide, mengatakan banyak turis yang terpikat dengan Solo. Tak hanya Emily, tapi juga backpacker lain dari mancanegara. Profesinya beragam dari arkeolog, peneliti keris, hingga penggemar meditasi.

Ia pun tak bosan-bosannya menemani turis berkeliling untuk sekedar mencoba wedangan atau menonton pagelaran. “Di Solo, rasanya tidak pernah bosan. Apalagi kalau ke Candi Sukuh. Saya suka sekali.”

Emily berniat untuk kembali lagi ke Solo satu hari nanti. “Mungkin nanti saya kembali. Tapi tentu saya harap tidak sendirian lagi,” ujarnya sembari tersenyum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya