SOLOPOS.COM - Buruh tani memanen padi di Desa Pule, Selogiri, Wonogiri, awal Juli 2023. (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI – Hasil panen padi di Kabupaten Wonogiri pada musim kemarau sepanjang April hingga September tahun 2023 ini, dinyatakan masih surplus.

Kepala Bidang Ketahanan Pangan Dispertan Pangan Wonogiri, Niken Kuntarti, mengakui sepanjang kemarau hasil panen menurun cukup signifikan. 

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Hal itu karena luas lahan tanam padi juga berkurang, mengingat sebagaian lahan persawahan di wilayah Kabupaten Wonogiri adalah tadah hujan.

Dilansir laman resmi Pemprov Jateng, dikutip Sabtu (16/9/2023), Niken mengungkapkan data produksi gabah kering giling (GKG) sampai Juli 2023 di Wonogiri sebanyak 330.232 ton. 

Dari angka itu, dia memperkirakan GKG yang keluar dari Wonogiri sebanyak 171.023 ton. Dengan begitu ketersediaan GKG di Wonogiri sampai Juli 2023 sebanyak 93.725 ton atau setara 93.725 ton.

“Kebutuhan konsumsi beras di Wonogiri sampai dengan Juli 2023 sebanyak 58.101 ton. Kami masih surplus 35.624 ton. Beras sebanyak itu masih mencukupi sampai November 2023. Setiap tahun, di Wonogiri pun produksi berasnya surplus,” jelas Niken.

Di sisi lain, Kepala Bidang Produksi Dispertan Pangan Wonogiri, Ridwan Jauhari mengatakan, meski sebagian petani memilih tidak menanam dan membiarkan lahan sawah mereka bera pada musim kemarau, tetapi hal itu sangat lumrah dan sudah menjadi pola tahunan.

“Itu lumrah. Ada El Nino atau tidak, luas tanam padi sawah di Wonogiri ya tetap berkurang banyak saat kemarau. Tetapi bukan berarti produksi padi kami dalam setahun defisit. Kami tetap bisa surplus,” ungkapnya.

Ridwan menjelaskan berdasarkan jenis pengairan, pertanian padi sawah di Wonogiri dibagi menjadi tiga yaitu sawah irigasi, tadah hujan, dan pasang surut. 

Masing-masing jenis tersebut ada yang bisa tanam satu, dua, atau tiga kali masa tanam dalam setahun bergantung kondisi wilayah. 

Mayoritas lahan sawah di Wonogiri menggunakan pola irigasi yang bersumber dari embung, waduk, atau sumber mata air.

Ridwan menguraikan, Dispertan Pangan Wonogiri biasa membagi masa tanam (MT) dua kali dalam setahun. 

MT I mulai Oktober-Maret sedangkan MT II April-September. Luas tanam MT II biasanya setengah dari MT I karena bersamaan dengan kemarau.

“Pengurangan luas tanam padi di Wonogiri itu sangat bisa dipahami, karena saat kemarau seperti sekarang ini sumber-sumber air untuk irigasi sawah mengering. Akibatnya lahan sawah itu tidak berproduksi,” kata Ridwan.

Dari data Dispertan Wonogiri, luas tanam padi sawah pada Oktober 2021-Maret 2022 atau MT I sebanyak 45.154 hektare. Sedangkan luas tanam padi sawah pada April 2022-September 2022 seluas 20.086 hektare.

Sementara itu, luas tanam padi sawah pada Oktober 2022–Maret 2023 tercatat 50.692 hektare. Sedangkan luas tanam padi sawah pada pada April-Agustus 2023 seluas 15.304 hektare. Luas tanam pada September biasanya tidak lebih dari 1.000 hektare.

“Artinya tidak akan menyamai luas tanam MT II tahun sebelumnya. Dengan melihat data itu, berarti luas tanam pada 2023 ini menurun dibandingkan pada 2022 lalu. Berdasarkan data itu pula, dibandingkan MT I, luas tanam padi sawah pada MT II atau saat kemarau ini di Wonogiri berkurang sebanyak 34.388 ha pada 2023 ini,” terangnya.

Berkurangnya luas tanam itu juga berpengaruh pada penurunan produksi. Produksi gabah pada 2022 lalu tercatat sebanyak 374.667 ton/tahun. Sedangkan produksi gabah pada 2023 ini diproyeksikan 309.162 ton atau turun 17,48%.

“Penurunan itu, tidak selalu berarti lahan pertanian itu dibiarkan tidak produktif. Ada petani yang beralih ke pola pertanian lain seperti palawija atau tanaman hortikultura saat kemarau,” kata Ridwan.

Tetapi dia juga tidak memungkiri banyak juga lahan pertanian sawah yang dibiarkan tidak berproduksi karena kendala sumber air. 

Selain itu, beberapa petani juga enggan berspekulasi dengan menanam padi pada saat kemarau karena rawan gagal panen.

“Jadi lahannya ya dibiarkan begitu saja, tunggu sampai penghujan. Tetapi sebenarnya ada opsi lain yakni beralih ke tanaman hortikultura seperti bawang merah, terung, dan palawija. Itu relatif sedikit butuh air dibandingkan padi. Tetapi belum semua petani berani beralih tanam,” ujar dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya