Soloraya
Rabu, 9 Januari 2013 - 13:32 WIB

Ya Ampun, Kecamatan Sragen Catat Jumlah Terbanyak Kekerasan Berbasis Gender

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (fem2pt0.com)

Ilustrasi (fem2pt0.com)

SRAGEN — Kecamatan Sragen menempati urutan pertama tindakan kekerasan berbasis gender sejak tahun 2005-2012. Data itu diperoleh Solopos.com dari Aliansi Peduli Perempuan Sukowati (APPS) Sragen. Setidaknya 67 kasus yang terdiri dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), perkosaan, pencabulan, pelecehan seksual, penganiayaan, perdagangan anak dan perempuan ditangani APPS sejak 2005-2012 di Kecamatan Sragen. Jumlah itu menempati urutan pertama disusul Kecamatan Sambirejo sebanyak 65 kasus.
Advertisement

Koordinator APPS Sragen, Sugiyarsi, kepada Solopos.com menjelaskan kondisi itu masih wajar. Data itu dibuat berdasarkan laporan yang masuk ke kantor APPS. Sehingga tidak menutup kemungkinan wilayah lain masih ada kasus kekerasan berbasis gender tetapi belum dilaporkan atau ditangani. “Kesadaran warga di Kecamatan Sragen terkait kasus kekerasan berbasis gender lebih tinggi dibanding kecamatan lain. Maka wajar kasus kekerasan gender di Kecamatan Sragen lebih banyak dibanding kecamatan lain. Wilayah lain tidak menutup kemungkinan masih banyak tindakan kekerasan tetapi tidak dilaporkan,” kata dia.

Fakta lain adalah jumlah kasus KDRT, perkosaan dan pencabulan atau persetubuhan meningkat sejak tahun 2005-2012. Sugiyarsi membeberkan jumlah korban KDRT, perkosaan dan pencabulan atau persetubuhan pada anak lebih banyak dibanding orang dewasa. Sebagai contoh, kasus perkosaan di Kabupaten Sragen mencapai 67 kasus sejak 2005-2012. Dari jumlah itu, sebanyak 66 kasus dialami anak-anak. Dia mengklaim pelaku tindak perkosaan dan pencabulan rata-rata dilakukan siswa SMK.

Oleh karena itu, Sugiyarsi meminta pemerintah lebih preventif dengan sosialisasi ke semua kalangan. “Sikap nyata adalah operasi handphone di sekolah. Soal pelaku kebanyakan anak SMK bisa dipengaruhi lingkungan. Peran keluarga harus optimal. Mereka di sekolah hanya beberapa jam. Pendidikan disiplin, sopan santun dan etika harus ditegakkan di sekolah dan di rumah. Fakta semua kasus berawal dari handphone,” ujar dia.

Advertisement

Hal senada disampaikan Sekretaris Dinas pendidikan Sragen, Joko Saryono. Dia berharap orangtua siswa bekerja sama dengan pihak sekolah menangani kekerasan berbasis gender di kalangan anak. “Tindakan itu kadang dilakukan di luar sekolah. Proses pembelajaran di sekolah terbatas. Kami perlu peran serta orangtua dan masyarakat,” tutur dia.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif