SOLOPOS.COM - Ilustrasi korban kekerasan seksual. (Freepik)

Solopos.com, SOLO—Yayasan Kakak merilis data kasus kekerasan anak 2023 yang mencapai 59 kasus. 46% korban kekerasan seksual adalah anak berusia usia 13-15 tahun dan mayoritas masih duduk di bangku SMP.  

Direktur Yayasan Kakak, Shoim Sahriyati, beranggapan banyaknya korban dari kalangan anak SMP lantaran mereka masuk masa pubertas. Dalam sejumlah kasus, siswa yang menjadi korban biasanya berakibat putus sekolah.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

“Putus sekolah SMP bisa karena hamil, menikah, sampai keluar dari rumah,” kata dia dalam pemaparannya ketika Launching Data Kasus di Gedung Sekretariat Bersama Solo, Selasa (23/4/2024).

Dari data yang ditunjukan Yayasan Kakak, mayoritas modus pelaku adalah bujuk rayu yang mencapai 69%. Sedangkan relasi yang terjalin antara korban dan pelaku, terutama di usia SMP, adalah pacar.

“Modus kekerasan dan eksploitasi seksual terbanyak adalah bujuk rayu. Hal ini yang menjadikan seolah hal tersebut bukan sebuah kekerasan,” kata dia.

Relasi pacar dan bujuk rayu itu, menurut Shoim, lebih sering sulit untuk ditangani, lantaran pelaku selalu beralasan bahwa itu merupakan tindakan suka sama suka. Sedangkan korban, punya kecenderungan untuk melindungi palaku atas nama cinta. 

Penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan sekolah memang menjadi tantangan tersendiri. Salah satu faktor utamanya adalah, banyak sekolah yang belum memiliki perspektif terhadap korban. 

Stigma tentang korban kekerasan seksual masih melekat, korban selalu dianggap jadi aib sekolah yang sewajarnya dikeluarkan.

Saat ini kekerasan seksual menjadi pekerjaan rumah yang besar. Terlebih secara gamblang Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) , Nadiem Anwar Makarim, memasukkan kekerasan seksual dalam kategori dosa besar dunia pendidikan.

Sebetulnya saat ini, melalui Permendikbudristek No. 46/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP), sekolah wajib membuat tim khusus yang dirancang untuk mencegah dan menangani semua bentuk kekerasan.

Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan itu dibentuk untuk memastikan adanya respons cepat penanganan kekerasan ketika terjadinya kekerasan di satuan pendidikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya