SOLOPOS.COM - Pemerintah berencana penjualan rokok eceran atau ketengan tahun depan. (Ilustrasi/Solopos Dok)

Solopos.com, BOYOLALI — Direktur Utama Yayasan Kepedulian untuk Anak (Kakak), Shoim Sahriyati sangat mendukung wacana kebijakan larangan penjualan rokok eceran atau ketengan.

Menurut Shoim kebijakan tersebut menjadi salah satu kebijakan yang mereka suarakan sejak lama.  Hal itu menjadi salah satu upaya untuk menghindarkan anak-anak menjadi perokok pemula.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Misi Yayasan Kakak salah satunya mendampingi anak-anak yang sudah mengenal rokok, atau dikenal dengan sebutan perokok anak.

Berdasarkan hasil pendampingannya, Shoim mengatakan perokok anak cenderung membeli rokok dengan menggunakan uang saku mereka.

“Kalau uang saku mereka untuk dibelikan satu bungkus rokok, tentu tidak cukup. Makanya banyak pedagang yang ketika mereka menjual batangan atau eceran itu sangat memfasilitasi anak-anak untuk bisa mendapatkan produk rokok dengan cara yang mudah,” terangnya pada Solopos.com, Kamis (5/1/2023).

Bila membahas soal produk rokok, kata Shoim, kandungan di dalam produk rokok tersebut pasti mengandung zat yang bernama zat adiktif. Sementara, anak-anak seharusnya dilindungi dari zat adiktif.

“Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa anak dengan zat adiktif termasuk anak yang membutuhkan perlindungan khusus,” kata dia.

Menurut Shoim, kebijakan pemerintah melakukan pelarangan rokok ecer merupakan kebijakan yang tepat. Dalam upaya untuk mengurangi para perokok pemula, apalagi di kalangan anak-anak.

“Rokok pemula itu sebenarnya memang anak-anak remaja, makanya industri rokok pun bagaimana dia menekankan bahwa rokok itu murah, terjangkau, mudah didapatkan,” ucap dia.

Ketika mengulas soal perokok anak, kata Shoim, sama saja mengulas soal perlindungan anak.

Dalam hal ini, negara patut hadir dalam melakukan perlindungan terhadap anak-anak, sehingga mereka terbebas dari zat adiktif. Salah satunya dengan membuat kebijakan yang berpihak kepada anak.

“Membuat kebijakan-kebijakan yang dia berpihak kepada anak-anak, yang kebiijakan itu bisa menjadi payung hukum bagi anak-anak, sehingga anak-anak bisa tumbuh berkembang secara lebih optimal,” terangnya.

Yayasan Kakak pernah melakukan riset terhadap perokok anak di wilayah Solo, Karanganyar, dan Sukoharjo. Untuk jumlah totalnya, Kakak menjangkau sekitar 100 partisipan di masing-masing wilayah.

Salah satu yang menjadi fokus dalam riset tersebut adalah mengetahui waktu pertama kali anak-anak mulai melakukan aktivitas merokok. Hasilnya, perokok pemula mulai mengonsumsi rokok pada saat mengenyam pendidikan sekolah dasar (SD) atau kisaran usia sembilan tahun.

“Usia SD itu sekitar sembilan tahun, 10 [tahun], 11 [tahun], itu mereka mulai mengenal rokok dab menjadi perokok pemula,” kata dia.

Karena rokok bersifat adiktif, yang menjadi persoalan yaitu ketika perokok pemula sudah mencoba biasanya ada keinginan mencoba lagi.

Selain itu, jumlah konsumsi rokok per batangnya akan semakin meningkat. Shoim menjelaskan, dalam risetnya juga terdapat pertanyaan kondisi ketika perokok pemula mencoba berhenti merokok.

“Jawabannya adalah ada rasa yang tidak enak dalam tubuh mereka. Pusinglah, mulut pahitlah, resahlah, tidak bisa tidurlah, itu sebenarnya adalah tanda-tanda bahwa mereka sudah terpapar dengan zat adiktif itu,” terang dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya