SOLOPOS.COM - Petugas Disidkbud Sragen melayani konsultasi calon siswa baru saat pelaksanaan PPDB SMP jalur afirmasi di Disdikbud Sragen, belum lama ini. (Istimewa/Disdikbud Sragen)

Solopos.com, SRAGEN — Presiden Joko Widodo mengkaji kebijakan zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) apakah akan dipertahankan atau dihapus. Wacana itu direspons Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sragen, Prihantomo,

Ia menyatakan sistem zonasi dalam PPDB tingkat SD dan SMP di Sragen sejauh ini tidak ada masalah. Persoalan yang muncul kebanyakan di tingkat SMA. Jika akhirnya kebijakan zonasi itu dihapus, menurutnya, maka harus disiapkan sistem yang lebih matang agar pelaksanaan PPDB tak menimbulkan persoalan baru. Secara prinsip, Prihantomo mendukung kebijakan pemerintah.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

“Sistem zonasi SD dan SMP di Sragen itu sebenarnya tidak serumit zonasi di jenjang SMA. Kalau yang SMA itu tidak setiap kecamatan ada sekolahnya, sehingga menimbulkan blank spot atau lokasi yang tidak terjangkau zonasi. Kalau SD dan SMP ada di semua daerah, sehingga bisa terjangkau zonasi semua,” ujarnya saat dihubungi Solopos.com, Jumat (11/8/2023).

Prihantomo mengatakan kebijakan zonasi ini sudah berjalan 3-4 tahun, tetapi mengapa baru belakangan justru ada wacana dihapus. Dia meminta ada kajian dan telaah lebih jauh tentang sisi positif dan negatifnya.

Setelah berjalan 3-4 tahun, menurutnya, sistem zonasi tentunya punya kelebihan dan kekurangan. Namun sisi positifnya jarang terekspose ketimbang sisi negatifnya.

“Sudah berjalan bertahun-tahun kok dihapus? Kalau baru pertama kemungkinan beda. Kalau ada 1-2 orang kecewa karena anaknya sekolah tidak sesuai keinginannya itu wajar. Sekolah tidak mungkin mampu menuruti keinginan semua orang tua siswa,” jelasnya.

Kalau sistem PPDB kembali ke basis nilai rapor, menurutnya bakal susah karena tidak bisa jadi acuan nilai standar. Dia cenderung tetap bertahan dengan sistem zonasi lantaran di Sragen selama ini relatif tanpa masalah.

Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Sragen, Sugiyamto, menyampaikan kelemahan pada kebijakan zonasi sudah disiasati masyarakat dengan banyaknya warga desa yang berduyun-duyun pindah kartu keluarga (KK). Dia sepakat kebijakan zonasi harus dievaluasi.

Dia mencontohkan, siswa yang sekolah di SMPN 1 Masaran sebagian besar warga Desa Jati. Ini lantaran ada sejumlah warga yang “pindah domisili” di Jati dengan mengubah KK agar bisa mendaftar di SMPN 1 Masaran.

“Kalau sistem zonasi itu tidak diubah maka sekolah favorit akan digeruduk warga pindahan KK karena dengan zonasi itu tanpa ada nilai tetapi yang penting jarak terdekat. Aturan ini sudah berjalan bertahun-tahun, biar Kemendikbudristek yang mencari formula yang tepat. Lebih baik dikembalikan dengan sistem nilai rata-rata seperti dulu,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya