SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekerasan seksual anak. (Freepik.com)

Solopos.com, WONOGIRI — Sebanyak 19 anak atau murid sekolah menjadi korban pencabulan dengan pelaku tujuh orang guru sepanjang Januari-November 2023 ini di Wonogiri. Hal itu menunjukkan dunia pendidikan Wonogiri sedang tidak baik-baik saja dan membutuhkan perhatian dari semua pihak untuk mengatasi situasi tersebut.

Anggota Komisi VII DPR, Endang Maria Astuti, menuturkan maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak di Wonogiri sudah menjadi perhatian DPR. Perlu kerja sama semua pihak terkait untuk benar-benar mencegah kekerasan seksual baik di lingkungan pendidikan maupun keluarga.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Saat ini, Wonogiri sudah memiliki Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2PT2A). Dengan adanya lembaga itu, sambung dia, semestinya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak semakin optimal.

Harapannya kasus kekerasan dan pencabulan terhadap anak di Wonogiri juga bisa ditekan seminimal mungkin. Selain itu, satgas Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) juga sudah mulai terbentuk di satuan pendidikan.

“Dengan adanya P2TP2A dan satgas di sekolah, tetapi kasus kekerasan masih tinggi, berarti ini kan ada something wrong yang memang harus dievaluasi,” kata Endang saat ditemui wartawan di Wonogiri, Selasa (21/11/2023).

Seperti diinformasikan sebelumnya, kasus pelecehan seksual guru terhadap muridnya kembali terjadi di Wonogiri, tepatnya di salah satu SD negeri di wilayah Kecamatan Jatisrono, baru-baru ini.

Dari informasi yang diperoleh Solopos.com, guru yang menjadi pelaku pencabulan itu sudah berusia 51 tahun. Guru Olahraga itu berinisial P. Sedangkan murid yang menjadi korban pencabulan itu seorang siswi berusia 12 tahun. Pelecehan seksual itu dilakukan saat jam pelajaran sekolah.

Anak Trauma hingga Sakiti Diri Sendiri

Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Wonogiri, Teguh Setiyono, mengatakan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKB P3A) tengah menangani kasus pencabulan terhadap anak itu. 

“Dinas sudah turun tangan untuk menangani kasus itu,” kata Teguh saat ditemui Solopos,com di kantornya Kompleks Sekretariat Daerah Wonogiri, Rabu (22/11/2023).

Kepala Bidang P3A Dinas PPKB P3A Wonogiri, Indah Kuswati, membenarkan tengah menangani kasus guru SD yang cabuli muridnya di Jatisrono. Dinas sudah melakukan pendampingan kepada siswi yang menjadi korban pelecehan seksual gurunya itu.

Dinas sudah mendatangi korban sebanyak dua kali untuk asesmen. Saat ini murid itu mengalami trauma dan malu bertemu orang banyak. Indah menyebut kasus ini menambah daftar kasus pelecehan atau kekerasan seksual di lingkungan pendidikan dalam kurun waktu 11 bulan pada 2023.

Tercatat sepanjang waktu itu, ada enam kasus kekerasan seksual atau pencabulan dengan jumlah korban 19 anak di Wonogiri. Satu kasus terjadi di salah satu pondok pesantren di Karanganyar tetapi korbannya santri asal Wonogiri.

“Dari kasus itu, tujuh guru menjadi pelaku dalam kasus pelecehan itu. Jujur saja, ini membuat kami sedih. Ada masalah dalam pendidikan kita,” kata Indah.

Indah menyebut kasus itu merupakan ironi dalam pendidikan di Wonogiri. Sekolah yang seharusnya menjadi ruang aman bagi anak-anak untuk belajar, justru menjadi ruang berbahaya bagi mereka. Dia mengaku geram dengan pendidik yang justru menjadi predator seksual bagi peserta didik mereka.

Pendamping Anak Dinas PPKB P3A Wonogiri, Ririn Riyadiningsih, menambahkan kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan menjadi masalah serius di Wonogiri. Mereka yang menjadi korban biasanya sampai trauma dan enggan bersekolah.

Meski menjadi korban, tidak jarang mereka justru mendapatkan stigma buruk dari lingkungan sosial. Akibatnya, anak-anak itu merasa terkucilkan. Ada pula yang sampai merasa trauma berat sehingga bertindak menyakiti diri. Di sisi lain, banyak kasus kekerasan seksual justru diselesaikan secara kekeluargaan atau damai dengan korban diberi kompensasi uang.

Pembentukan TPPK

“Ini yang menjadi tantangan kami. Mayoritas korban dan keluarganya sebenarnya ingin kasus itu diproses hukum. Tetapi sering kali mereka mendapatkan intervensi dari pihak tertentu agar tidak melaporkan kasus itu ke aparat hukum. Itu yang kadang menyulitkan kami dalam melakukan pendampingan hukum dan psikologis korban,” ungkap Ririn.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Wonogiri, Sriyanto, mengatakan upaya pencegahan kekerasan seksual atau pencabulan terhadap anak di satuan pendidikan saat ini tengah digenjot melalui pembentukan tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK) di seluruh satuan pendidikan di bawah naungan Disdikbud.

Satuan pendidikan itu mMulai dari dari pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga sekolah menengah pertama atau SMP. Dia menjelaskan pembentukan TPPK itu seusai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) No 46/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

TPPK terdiri atas pengajar yang tidak ditugaskan sebagai kepala satuan pendidikan atau kepala sekolah, komite sekolah atau orang tua/wali siswa, dan dan tenaga administrasi dari tenaga kependidikan.

Sriyanto menyebut tugas TPPK itu antara lain menerima dan menindaklanjuti laporan kekerasan baik psikis, fisik, maupun seksual. Kemudian melakukan penanganan kasus kekerasan, mendampingi korban kekerasan, dan memfasilitasi pendampingan oleh ahli atau layanan lainnya yang dibutuhkan korban, pelapor, atau saksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya