SOLOPOS.COM - Makam lawas muncul di daerah genangan WGM yang mengering di Desa Gumiwang Lor, Wuryantoro, Wonogiri. Foto diambil Minggu (10/9/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Surutnya air Waduk Gajah Mungkur atau WGM Wonogiri pada musim kemarau ini membuat bekas perkampungan hingga kuburan lawas bermunculan di permukaan. 

Seperti diketahui, WGM Wonogiri dibangun pada 1976 dan diresmikan operasionalnya mulai 1981. Pembangunan bendungan itu menenggelamkan 45 desa di enam kecamatan dan merelokasi sekitar 41.000 warga Wonogiri ke berbagai daerah dan pulau di Indonesia.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Saat air surut di musim kemarau seperti sekarang ini, bekas perkampungan, jembatan, bahkan kuburan lawas yang dulu ditenggelamkan biasanya muncul ke permukaan dan menghantui ingatan warga akan adanya kehidupan di masa lalu di tempat tersebut.

Seperti terlihat di wilayah Desa Gumiwang Lor, Kecamatan Wuryantoro, Wonogiri. Pantauan Solopos.com, Minggu (10/9/2023), di area itu masih tampak jembatan penghubung antardesa. Masih terlihat pula fondasi bangunan bekas rumah dan sekolah di tengah-tengah tanaman jagung. 

Salah satu warga Desa Gumiwang Lor, Suyanto, 75, mengatakan area itu dulu merupakan permukiman warga Desa Gumiwang Lor. Di tempat itu pula terdapat SD tempat anak-anak desa bersekolah.

Tidak jauh dari situ, ada jembatan yang masih tampak jelas hingga sekarang. Jembatan itu menjadi pembatas wilayah dusun di desa itu. Saat kondisi waduk surut seperti sekarang ini, sejumlah warga memanfaatkan area di atas bekas permukiman itu untuk lahan pertanian.

“Dulu di sini ada sekolah SD. Di sekitarnya ya permukiman. Sampingnya ada kali,” kata Suyanto saat ditemui Solopos.com di daerah genangan air WGM yang sedang surut, Desa Gumiwang Lor, Minggu (10/9/2023).

Sementara itu, di daerah genangan WGM Wonogiri wilayah Kelurahan Wuryantoro tampak kuburan lawas yang juga turut ditenggelamkan. Kijing-kijing dari makam muncul ke permukaan tetapi sudah banyak yang rusak.

Beberapa kijing juga tidak beraturan. Salah satu warga Kelurahan Wuryantoro, Muhammad Irfan, menyebut selain permakaman umum, menurut cerita yang ia peroleh dari orang tua, tempat itu juga menjadi kuburan bagi para korban warga peristiwa Gestok 1965 di Wuryantoro.

Menurut penelusuran Solopos.com, Gestok atau Gerakan Satu Oktober merupakan sebutan Presiden pertama RI, Sukarno, untuk peristiwa Gerakan 30 September 1965.

“Kata orang-orang begitu. Di situ jadi permakaman para korban Gestok. Termasuk katanya juga Gerwani [Gerakan Wanita Indonesia]. Dikubur bareng-bareng di situ, satu lubang kubur diisi beberapa mayat, dulu,” ungkap Irfan.

Selain makam, sambungnya, di daerah genangan WGM Wonogiri itu juga merupakan permukiman padat penduduk dan makmur. Hal itu karena di area itu dulu terdapat sumber air dan sungai yang mengalir sepanjang tahun meski kemarau.

Saat air waduk surut, biasanya aliran sungai di area tersebut masih bisa terlihat. Sekarang ini, Irfan memanfaatkan area genangan WGM yang surut itu untuk ditanami padi dan melon. Aktivitas pertanian itu dilakukannya setiap tahun saat kemarau.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya